Selasa, 21 Desember 2010

UAS ONLINE

Metode mengajar dosen dalam mata kuliah Psikologi belajar

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimiliki siswa dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Menurut pendekatan ini, anak belajar paling baik melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan yang alamiah. Dalam kelas kontekstual, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.

Aplikasi dari proses mengajar dengan ketujuh komponen utama pendekatan kontekstual.

Pendekatan kontekstual memiliki 7 komponen utama :

komponen konstruktivisme (constructivism)

Pada tahap ini, murid mengkonstruksi apa yang mereka pelajari, dan murid sebaiknya mampu mengkonstruksi dan mentransformasikan informasi ini menjadi milik mereka. Ketika kuliah psi belajar, dosen memberikan kami tugas meresume setiap topik sebelum masuk kelas. Tujuannya agar mahasiswa secara aktif mengkonstruk/membangun pengetahuan mereka mengenai topik tersebut. Dengan membuat resume, dosen memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk menerapkan dan menemukan ide tentang topik yang akan dibahas dan hal ini dapat memicu kami dalam membuat skema (proses akomodasi tentang topik baru). Ketika belajar teori tertentu, dosen juga memberikan contoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini untuk menyadarkan kami bahwa kami bisa menerapkan teori yang kami pelajari dalam kehidupan sehari-hari.


komponen inkuiri (inquiry)

komponen ini menyatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil penemuan siswa sendiri bukan mengingat seperangkat fakta. Agar membantu kami menemukan informasi sendiri, dosen merancang tugas seperti "observasi ke sekolah". Tugas Observasi ke sekolah merupakan tugas yang bertujuan agar kami dapat melihat dan menemukan inti dari semua teori yang kami pelajari (kami ditugaskan untuk mengaplikasikan teori yang kami pelajari ke dalam hasil observasi). Sewaktu diskusi tentang pengertian proses dan sistem Pask, dosen memberikan kami petunjuk mengenai pengertian tersebut akan tetapi untuk memantapkan pemahaman kami, kami harus mencari di sumber lain.

komponen bertanya (questioning)

Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual.
Dalam setiap kesempatan, dosen selalu meminta mahasiswa untuk aktif bertanya agar dosen dapat mengetahui sejauh mana pemahaman kami. Sesi presentasi di kelas selalu diikuti dengan sesi tanya jawab. Dosen juga sangat aktif dalam menstimulasi kami dengan bertanya kepada kami pertanyaan seputar topik yang dibahas hari ini. Misalnya : " apa yang anda ketahui tentang Thorndike?", pertanyaan itu diajukan kepada kami sewaktu kuliah tokoh teori belajar Thorndike dan Skinner. Tujuan dari bertanya supaya dosen dapat mengecek pemahaman siswa, menstimuli siswa agar aktif bertanya, merefresh apa yang pernah dipelajari siswa, dan lain-lain


komponen masyarakat belajar (learning community)

Komponen ini melibatkan kerja sama dengan orang lain akan tetapi dalam hal ini siswa berinterkasi dengan siswa lain merupakan contoh masyarakat belajar. Prasyarat terbentuknya masyarakat belajar adalah proses komunikasi 2 arah yaitu adanya sharing antar teman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Dalam kelas psi belajar, dosen membagi kami ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2-3 orang dimana kami diberi tugas presentasi dan kunjungan ke sekolah. Presentasi merupakan salah satu bentuk masyarakat belajar dimana kelompok presentasi menyampaikan materi yang mereka ketahui kepada teman-teman yang lain (antara yang tahu ke yang belum tahu). Sebelum presentasi, kelompok juga melakukan diskusi informal (di luar jam kuliah) untuk mensharing informasi yang belum dimiliki oleh anggota kelompok, saling tukar pikiran dan saling membantu anggota kelompok yang belum memahami materi yang nantinya akan kelompok presentasikan.

komponen pemodelan (modelling)

Pada komponen ini "model" merupakan kunci dalam membantu proses belajar. Model bisa berupa cara melakukan sesuatu, benda-benda, karya inovasi, dan lain-lain. Dalam proses kuliah psi. belajar, model yang lebih sering muncul adalah teman-teman (selesai presentasi kelompok, dosen memberikan feedback dan hal itu memicu kami untuk memodelling teman-teman yang presentasinya baik), selain itu cara dosen mengajar ataupun menerangkan suatu topik dapat menjadi model bagi mahasiswa dalam memperbaiki gaya presentasi. Pada saat tugas observasi ke sekolah, dosen menunjukkan blog masing-masing kelompok, tujuannya agar kami bisa memodeling blog yang baik dan memperbaiki kekurangan kami.


komponen refleksi (reflection)

Komponen ini cukup penting dalam proses belajar kontekstual karena refleksi adalah bagaimana mahasiswa dapat menerapkan apa yang baru dipelajari dan apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu ke dalam aktivitas sehari-hari. Tugas guru di sini adalah untuk membantu siswa membuat jembatan antara apa yang sudah dipelajari dengan yang baru dipelajari. Salah satu cara dosen membantu kami ialah dengan menanyakan tokoh teori belajar yang kami pelajari minggu lalu ke dalam pertemuan hari ini, misalnya : sebelum mempelajari tokoh Bruner mengenai "discovery learning", kami diajak kilas balik ke tokoh Ausubel ( topik yang dipelajari minggu lalu) agar kami tidak kebingungan karena kedua tokoh ini hampir serupa. Perbandingan tokoh yang dibuat setiap kali presentasi 2 tokoh juga membantu pemahaman kami tentang tokoh-tokoh tersebut.

komponen penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)

Assessment dilakukan untuk melihat bagaimana gambaran perkembangan belajar siswa dalam kelas, dan biasanya dilakukan pada saat atau seudah proses belajar berlangsung. Assessment dapat berupa hasil karya siswa, quiz, demonstrasi dan laporan. Salah satu bentuk assessment yang dilaksanakan dalam mata kuliah ini adalah laporan kunjungan ke sekolah, tugas karya tulis tentang pengalaman belajar dikaitkan dengan topik teori belajar. Tujuannya untuk melihat sejauh mana pemahaman mahasiswa mengenai topik tertentu. Bisa juga berupa tanya jawab dengan dosen.

Referensi
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran.Jakarta : Kencana.


Kamis, 09 Desember 2010

TO 2 : kaitan teori belajar dengan proses ujian online

Kaitan Proses TO 1 dengan teori belajar

1. Teori belajar Piaget
Menurut Piaget, informasi baru yang kita pelajari tidak boleh teralu sulit atau terlalu mudah dikarenakan agar proses akomodasi dan asimilasi dapat tejadi. Proses akomodasi dapat ditinjau dari bagaimana saya yang pada mulanya kebingungan mengenai ujian online kemudian memahami proses dan langkah-langkah dalam ujian online, di dalam struktur kognitif terbentuk skema mengenai proses ujian online. Proses asimilasi terjadi ketika saya membuat posting jawaban ujian online saya di blog dimana cara saya memposting jawaban serupa dengan cara yang biasanya saya pakai untuk memposting tugas di blog.

2. Teori belajar Skinner
Comment yang ibu Dina berikan merupakan reinforcement positif untuk saya dimana dari respon kami terhadap pertanyaan, ibu memberikan feedback kepada kami tentang bagaimana jawaban kami. Comment ibu menjadi motivator atau penyemangat untuk kita untuk lebih baik dalam ujian.

3. Teori belajar Pask
Teori mengenai conversational process dalam belajar. Itulah yang terjadi ketika kita menggunakan google talk untuk berkomunikasi dan juga proses ibu memposting soal di blog belajar sebenarnya itu merupakan proses conversation yang terjadi antara dosen dan mahasiswa pada saat ujian online.

4. Teori Belajar Thorndike
Law of readiness dimana ketika seseorang siap melakukan sesuatu dan tidak melakukannya akan membuat orang merasa terganggu. Ketika kita siap untuk menghadapi ujian online dengan belajar di rumah atau mempersiapkan diri maka dengan adanya proses TO ini, kita dapat mengerahkan semua kemampuan kita untuk TO ini. Posting ibu untuk merefresh merupakan salah satu pemicu yang membantu kami untuk siap dalam menghadapi TO 2 karena kita diberikan clue mengenai TO berikutnya.

Transfer of training terjadi dimana proses TO online merupakan salah satu bentuk persiapan agar nantinya sewaktu UAS, kita bisa siap untuk menghadapi UAS mata kuliah Psikologi Belajar yang sebenarnya. Selain itu, apa yang kita hadapi dalam TO online ini kurang lebih akan serupa dengan TO yang akan kita hadapi di UAS. Jadi skill apapun yang kita kerahkan dalam TO online serupa dengan skill yang harus kita kerahkan untuk ujian UAS.

Law of Practice terjadi ketika proses dua kali TO online merupakan cara yang dilakukan untuk membiasakan kami dengan ujian sebenarnya yang akan kami hadapi. Semakin terbiasa kami dengan ujian online maka kami akan melakukan performansi yang terbaik dalam ujian dibandingkan jika kami sama sekali tidak tahu bagaimana cara ujian online.

5. Teori Belajar Gagne
Peristiwa belajar Gagne juga terdapat dalam proses TO ini yaitu :
1. Motivasi
TO ini dilaksanakan untuk memudahkan mahasiswa dalam ujian nanti, hal itulah yang membuat kami penasaran dan termotivasi dalam mengikuti TO online. Rasa penasaran kami juga timbul karena bagi beberapa dari kami ujian online merupakan hal yang baru.

2. Apprehending
Hari TO pun tiba dan kami bersiap dengan cara membaca ulang materi yang pernah dipelajari untuk merefresh ingatan kami. Ketika Kita bertemu di group chat dan berdiskusi, itulah saat yang kami sadari sebagau tanda dimulainya ujian (sebelum ibu memposting soal di blog psikologi belajar)

3. Acquisition
Setelah mengetahui ada soal yang diposting di blog maka kami pun segera memasukkan stimulus (postingan soal di blog) ke dalam struktur kognitif dan hasilnya kami memikirkan respon apa yang harus kami berikan.

4. Retention
Setelah TO 1 berakhir, kami memiliki skema mengenai bagaimana TO online berlangsung

5. Recall
Sehari sebelum menghadapi TO 2, saya mencoba mengingat proses TO 1, kira-kira kendala apa yang saya temui dalam TO 1 dan berusaha mempersiapkan diri saya dengan baik untuk menghadapi TO 2

6. Generalization
TO 2 berlangsung dan saya mengaplikasikan apa yang saya ketahui dari TO 1 ke TO 2, misalnya : mengecek blog belajar, sign in ke blog dulu untuk memudahkan proses menjawab soal TO

7. Performance
Sewaktu menerima soal TO 2, saya langsung mengerjakan soal dan hasil dari jawaban saya akan saya post di blog

8. Feedback
Pada TO 1 yang lalu, Bu Dina ada memberikan comment di posting jawaban kami (mungkin itu belum semua mahasiswa) tetapi saya berharap agar TO 2 ini juga diberikan feedback agar kita tau mana kekurangan kita dan memperbaikinya agar lebih baik

6. Teori belajar Kolb
Dalam proses TO ini secara tidak langsung kita menjadi doer (accommodator) dimana eksprimentasi aktif dan pengalaman konkrit menjadi focus utama. Proses kita menjalani TO online merupakan proses concrete experience sedangkan bagaimana kita mengaplikasikan teori belajar untuk menjawab soal TO online ini merupakan active experimentation.

Referensi
Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). edisi ke-7. Jakarta : Kencana Prenada Mulia

Bigge, Morris. 1982. Learning Theories for Teachers. New York : Harper & Row

Kamis, 02 Desember 2010

kekurangan dan kelebihan Ujian online dengan ujian konvensional.

kekurangan dan kelebihan Ujian online dengan ujian konvensional.

Kelebihan
  • Ujian online merupakan ujian yang menyenangkan tetapi agak menegangkan karena kita harus tetap mereload page utama untuk mengetahui apakah soal ujian yang berikutnya telah keluar. Stimulus : ujian online menghasilkan respon : perasaan senang + tegang. Kalau ujian biasa, soal ujiannua sudah ada kita tinggal menjawab soal tersebut.
  • Mahasiswa harus benar-benar siap jika tidak maka sewaktu ujian mereka akan kalang kabut mencari referensi. Ini merupakan sisi positif dimana menurut law of readiness, jika ingin menghasilkan performansi yang terbaik maka kita harus siap.
  • kalau ujian konvensioanl, kita merespon soal ujian dengan cara asimilasi (menjawab soal sesuai dengan apa yang ada di skema karena kebanyakan ujian ini sifatnya closed-book). Kalau ujian online, dimana kemungkinan kita bisa menemukan sumber yang dapat memperkaya jawaban kita dan sekaligus merubah struktur kognitif kita, seandainya ada informasi yang belum kita ketahui (akomodasi).
  • Mengurangi global warming, karena kita tidak harus ujian menggunakan kertas.
  • Mahasiswa aktif untuk mereload, mencari tau apakah soal ujian berikutnya sudah diposting, mencari referensi tambahan --> teori konstruktivisme dimana kita secara aktif mencari pengetahuan.
  • feedback berupa comment yang diberikan dapat membantu kami untuk lebih semangat (reinforcement)

kekurangan
  • Ujian online mewajibkan mahasiswa membawa modem dan laptop (ditambah baterai laptop yang harus terjaga), seandainya worst case scenario muncul : mati lampu, ujian ini bisa terhambat.
  • tekanan waktu karena kita tidak dapat memprediksi apakah soal ujian berikutnya lebih sulit atau mudah dari soal sebelumnya.
Kesimpulan pada kekurangan dimana kita harus siap, segala persiapan harus matang mulai dari dosen dan mahasiswa --> Thorndike

Pendekatan melalui teori Ausubel & Thorndike

Proses saya merefresh bahan ujian merupakan penerapan dari teori kognitif Ausubel dimana tujuan saya mempelajari ulang bahan supaya apa yang sudah terekam di skema saya dapat dimunculkan kembali. Jika kita sudah memiliki skema di dalam struktur kognitif tetapi kita tidak melakukan pengulangan untuk memperkuat apa yang sudah pernah dipelajari maka skema itu bisa dilupakan. Selain itu kita perlu membuat materi belajar meaningful agar mudah diingat, dimana ketika saya belajar tadi saya coba mengkaitkan materi dengan contoh kehidupan nyata. Proses belajar yang saya lakukan bertujuan agar saya siap menghadapi simulasi ujian online. Menurut Thorndike, law of readiness : jika kita siap,maka ketika kita melakukannya, hasil kerja kita akan maksimal.

Referensi

Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). edisi ke-7. Jakarta : Kencana Prenada Mulia

http://lpmpsumsel.org/index.php?option=com_content&view=article&id=84:teori-teori-pembelajaran-menurut-aliran-psikologi-behavioristik-2 (TEORI-TEORI PEMBELAJARAN MENURUT ALIRAN PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK (2), akses 2 desember 2010)

kesan uji coba ujian online

Persiapannya ujian ini cukup baik. Cuma muncul sedikit masalah dalam modemnya, karena laptop saya tidak bisa terhubung dengan modem maka saya meminjam modem dan laptop sepupu saya. Persiapan belajar dilakukan dengan membaca ulang semua bahan untuk merefresh apa yang sudah pernah dipelajari. Sebelumnya, saya juga bertanya-tanya kira-kira bagaimana bentuk ujian online. Akan tetapi sekarang sudah terjawab. Ujian Online ini merupakan inovasi baru karena jarang ada dosen yang memanfaatkan perkembangan teknologi seperti yang ibu lakukan. Terima Kasih

Rabu, 17 November 2010

Observasi Kegiatan Proses Belajar TK Cahaya Harapan

IDENTITAS SEKOLAH


1. Lokasi dan waktu observasi
Lokasi
TK Cahaya Harapan
Jl. Kamboja No.8 Tanjung Rejo
Medan




Foto Guru beserta Murid-Murid TK Cahaya Harapan

Waktu Observasi
Tanggal 4 November 2010 (Hari Kamis) Jam : 08.00 - 09.15 , Observasi
Tanggal 5 November 2010 (Hari Jumat) Jam : 09.00-10.00, Observasi dan wawancara

2. Subyek dan obyek yang diobservasi
Subyek : Murid-Murid TK Cahaya Harapan yang berjumlah 12 orang

Obyek : Observasi pada hari Kamis dilakukan saat awal murid-murid masuk ke dalam kelas, pembukaan proses belajar (bernyanyi) dan masuk kepada pelajaran mengenal angka

Observasi pada hari Jumat dilakukan saat murid-murid bermain dikarenakan pada hari jumat, murid-murid hanya belajar dari jam 8-10 pagi.


HASIL OBSERVASI

Setting Kelas :

Didalam kelas terdapat gambar-gambar dan poster binatang, buah-buahan, huruf, angka dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Dan dilengkapi juga dengan jam dinding, tempat sampah, aquarium, kipas angin, dan rak tempat penyimpanan tas anak-anak.











Untuk membantu anak dalam proses belajar, di dalam kelas terdapat satu white board. Di dekat white board diletakkan sebuah lemari yang berfungsi untuk menyimpan buku-buku murid, buku-buku pelajaran, serta peralatan tulis guru. Ada empat meja persegi dimana setiap kursi berada di sisi meja sehingga totalnya ada 16 (enam belas) kursi, satu meja guru, dan 3 sofa kecil. Dinding kelas, meja dan kursi murid dicat dengan warna-wana terang yang dapat meningkatkan minat dan motivasi anak dalam proses belajar.



















Di luar kelas :

Terdiri dari mainan seperti ayunan, pelosotan, permainan balok-balok kecil, dan lain-lain. Alat permainan yang diletakkan di luar kelas (taman) dapat melatih kemampuan motorik murid karena ada alat permainan yang mengharuskan anak memanjat, menjaga keseimbangan tubuh, dan lain-lain.

Di luar kelas terdapat sofa untuk para orang tua murid yang hendak menunggu anaknya dan di samping sofa ada rak-rak sepatu dimana anak diwajibkan untuk melepaskan sepatu dan menyusun sepatu mereka sebelum mereka masuk ke dalam kelas. Secara tidak langsung, hal ini mengajarkan disiplin kepada anak.












Awal proses belajar :

Ketika murid-murid datang sebelum lonceng kelas berbunyi, mereka diperbolehkan bermain di taman dengan diawasi oleh guru. Tepat pukul 08.00 WIB anak-anak disuruh masuk ke kelas dan duduk dikursinya dengan rapi. Tamburin adalah alat yang sangat akrab dengan guru di TK ini karena segala instruksi seperti (lonceng kelas, jam istirahat, kegiatan makan, bernyanyi dan lain-lain) dilakukan dengan bunyi dari tamburin. Tamburin dibunyikan, dan anak-anak berlarian masuk ke dalam kelas.

Ketika anak-anak sudah duduk dengan rapi, mereka disambut dengan kata “selamat pagi, anak-anak”, kemudian guru melakukan sedikit percakapan dengan anak (misalnya mengabsen murid diikuti dengan jawaban murid “Saya, Bu guru” untuk menandakan bahwa mereka hadir dan guru menanyakan apakah mereka sudah mengerjakan PR). Sebelum memulai pelajaran, anak-anak diajak untuk berdoa sesuai agama masing-masing (karena ada sebagian murid yang beragama Islam dan ada sebagian lagi yang beragama Kristen), doa sebelum belajar pun dimulai.

Selesai berdoa, anak-anak kemudian bernyanyi (pada awalnya mereka bernyanyi sambil duduk di meja masing-masing kemudian mereka berdiri dan menari sambil bernyanyi bersama guru-guru mereka). Mereka bernyanyi selama kurang lebih 20 menit, terkadang ibu gurunya menanyakan lagu apa yang ingin dinyanyikan lalu murid menjawab sebuah lagu dan mereka menyanyikan lagu tersebut sambil menggoyang-goyangkan badan. Ketika ada murid yang tidak menari bersama, ibu guru mengatakan “ Siapa yang tidak menari, akan dikasi hukuman” . Murid terlihat sangat senang dalam situasi tersebut, hal ini tampak dari muka mereka yang ceria, tersenyum dan suara mereka yang kuat.

Proses belajar :

Setelah anak puas dengan kegiatan bernyanyi, maka pelajaran pun dimulai. Sebelum itu, anak diperbolehkan minum akan tetapi mereka tidak langsung lari berhamburan ke tempat minum mereka melainkan mereka menunggu instruksi dari guru mereka (misalnya : meja 1 ambil termosnya, setelah anak-anak dari meja 1 mengambil termos kemudian anak-anak dari meja lain menunggu instruksi dan begitu seterusnya sampai semua anak mengambil termos mereka). Karena ada 4 meja di dalam kelas, guru memberi nama pada setiap meja dengan sebutan meja 1,meja 2, meja 3 dan meja 4. Setelah minum, murid-murid memulai kegiatan belajar. Sebelum memulai pelajaran, guru menanyakan “hari ini hari apa?”, anak-anak dengan lantang menjawab “hari Kamis, bu”, kemudian guru menanyakan tanggal berapa, anak menjawab tanggal hari ini, diikuti dengan bulan dan tahun. Guru mencatat hari, tanggal, bulan dan tahun yang disebutkan murid di papan tulis.

Setelah itu, murid-murid diminta menyebutkan huruf alphabet (a-z), angka (1-80), nama-nama hari, dan nama-nama bulan diikuti dengan nyanyian (untuk nama hari) dan bunyi tamburin. Selama proses menghapal, ada anak yang diam dan tidak mau menyebutkan angka, sehingga guru datang ke meja anak tersebut dan mengajaknya mengucapkan angka. Selesai menghapal, semua anak diminta untuk putar bangku menghadap papan tulis.
Sekarang, mereka belajar mengenal dan membaca angka-angka dari 1-40. Guru menuliskan angka-angka tersebut secara berurut di papan tulis. Sebelum memulai ibu guru mengatakan, “nanti ibu suruh 1 per 1 maju ke depan untuk membaca,yang bisa menjawab akan diberikan hadiah”

Pada awalnya, anak-anak diminta untuk membaca bersama semua angka secara berurut (ketika murid-murid salah menyebutkan angka yang ditunjuk, ibu guru menyebutkan angka yang tepat dan diulangi murid-murid) kemudian anak-anak disuruh satu persatu-satu ke depan dan menghapalkan angka yang ditunjuk oleh guru secara acak supaya guru mengetahui apakah anak sudah bisa mengenal angka. Kurang lebih 1 anak maju ke depan untuk membaca angka selama 3-5 menit tergantung kemampuan anak dalam menguasai angka.

Sewaktu teman mereka disuruh maju satu per satu, ada sebagian anak yang jalan-jalan di dalam kelas, menganggu temannya, bahkan ada anak yang ketika temannya maju ke depan, dia langsung duduk di kursi temannya itu. Guru menegur anak itu dan menyuruh dia untuk duduk tenang. Ketika suasana kelas mulai tidak terkendali, guru mengatakan kepada anak “ Lipat tangan diikuti dengan hitungan sampai anak duduk manis dan melipat tangan mereka”.

Ketika ada murid yang mengalami kesulitan dalam mengenal angka, pada awalnya guru menaikkan suaranya “angka berapa ini?” dan jika anak masih tidak bisa menjawab, guru mengibaratkan “kursi terbalik itu angka berapa, burung terbang itu angka berapa?”, dan guru juga menanyakan kembali angka yang salah disebut oleh anak.

Setelah semua murid dipanggil, guru kemudian bertanya tanda “+” apa ini dan tanda “=” ini? Anak-anak menjawab tanda tambah dan sama dengan. Kemudian ibu guru membagikan buku latihan anak-anak yang dilengkapi dengan soal matematika dan membaca. Sebelumnya guru meminta murid—murid untuk mengeluarkan alat tulis mereka dan jika murid tidak membawanya, murid bisa meminjamnya dari guru mereka. Karena ada 2 guru dan 4 meja maka satu guru mengawasi 2 meja memastikan kalau murid mampu mengerjakan tugas yang diberikan dan membantu mereka jika mereka mengalami kesulitan. Anak diberikan waktu sekitar 30 menit untuk mengerjakan tugasnya. Tugasnya bervariasi dari berhitung samapai membaca.

Wawancara

Berhubung observasi yang kami lakukan hampir mendekati ujian semester dimana pada saat observasi, guru hanya memperkuat apa yang sudah diajarkan kepada anak berupa pengulangan pelajaran sehingga kami melakukan wawancara tambahan untuk menanyakan proses belajar murid.
Untuk melengkapi hasil observasi kami, berikut ini kami lampirkan hasil wawancara dengan kedua guru (dimana salah satu gurunya merangkap sebagai wakil kepala sekolah ---> Ibu Sisca dan guru yang satunya lagi bernama Ibu Titin) yang mengajar di kelas. Mereka merupakan tamatan S1 PGTK.

TK Cahaya Harapan berdiri sekitar 5 tahun yang lalu dimana tujuan mereka ialah untuk membangun kecerdasan anak-anak sehingga mereka dapat menjadi anak yang pintar. Selian itu, mereka hendak membekali murid dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk bisa duduk di bangku SD. Kurikulum yang dipakai TK ini berbasis kurikulum tahun 1994. Anak-anak diajarkan menulis, membaca, berhitung, mewarnai, dan melipat. Ujian untuk melihat kemampuan siswa dilaksanakan 2 kali dalam setahun (pada pertengahan semester dan akhir semester).

Pada saat proses belajar, anak diajarkan pelan-pelan dan bertahap sampai murid benar-benar mengenal dan mengetahui angka dan huruf. Anak yang sedikit lambat belajar dan nakal tidak boleh dimarahi ataupun diberi hukuman fisik tetapi ditegur dan diajarkan bagaimana cara belajar yang baik. Untuk murid-murid yang baru masuk, guru akan mengajarkan mereka dari pelajaran yang paling dasar (misalnya : mengenal alphabet) baru masuk ke tahap yang lebih kompleks (misalnya : membaca kata).

Pada orangtua, guru selalu mengkomunikasikan tentang perkembangan anak-anak mereka dalam belajar, jadi orangtua mengetahui bagaimana perkembangan anak-anaknya di sekolah.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selain proses belajar di dalam kelas adalah : anak-anak diberikan praktek komputer berupa games edukasi (1X seminggu), kegiatan berenang (1X dalam sebulan), dan mendongeng (1X seminggu). Selain itu, ada juga pelajaran agama dimana murid yang beragama Islam diajarkan ajaran Islam dan murid yang beragama Kristen diajarkan agama Kristen.

Yang unik dari TK ini adalah murid-murid di dalam kelas ini terdiri dari murid dengan usai yang berbeda (2-5 tahun) sehingga materi pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan usia anak. Anak-anak mulai belajar dari jam 8.00 – 11.00 WIB dengan rincian 2 jam belajar dan sisa 1 jam terakhir diisi dengan kegiatan bermain dan makan bersama.


KAITAN HASIL OBSERVASI DENGAN TEORI BELAJAR

1. Teori Belajar Skinner

Dalam proses belajar, saat anak dapat memahami dan mengerti materi yang diberikan oleh guru maka anak akan diberikan reinforcement positif seperti diberikan pujian dan diberikan hadiah pada saat pembagian raport dan sebaliknya jika anak tidak dapat menjawab apa yang ditanyakan oleh guru, misalnya : seperti saat disuruh menyebutkan angka yang ditunjuk guru tetapi anak tersebut tidak mampu menjawab maka akan diberikan reinforcement negatif seperti teguran. Hal ini juga berlaku pada jam bernyanyi, ketika ada anak yang tidak mau bernyanyi dan menari (perilakunya diam atau malas) maka guru akan memberikan reinforcement negatif berupa teguran dan giliran pulang yang paling terakhir.

2. Teori Belajar Bandura

Dalam proses belajar anak juga melakukan belajar observasional (anak bukan hanya menirukan guru tetapi proses kognitifnya juga terlibat), hal ini bisa dilihat dari proses menari dan bernyanyi dimana anak menirukan gerakan guru yang memberikan contoh di depan kelas, selain menirukan anak juga mampu menghapal lagu yang dinyanyikan dengan baik. Dalam pelajaran menyebutkan angka, pada awalnya guru menyebutkan angka yang ada di papan tulis dan anak mengucapkan kembali, begitu prosesnya sampai anak mampu mengulang kembali tanpa pengarahan guru.

Ada 4 proses dalam belajar observasional :
• Proses atensi --> anak memperhatikan apa yang diajarkan oleh gurunya dalam hal ini angka 1 - 40 yang dituliskan di papan tulis
• Proses retensi --> anak membentuk skema tentang angka-angka tadi, bagaimana angka 1-40
• Proses pembentukan perilaku --> Ketika anak diminta maju ke depan kelas satu per satu dan anak mampu mengulang kembali angka-angka yang sudah terekam dalam skema mereka, hal ini ditunjukkan dengan anak mampu menyebutkan angka 1-40 walaupun angka-angka tersebut ditunjuk secara acak oleh guru mereka. Ketika anak salah menyebutkan angka, maka guru memberitahukan anak angka yang benar sehingga nantinya anak akan melakukan koreksi terhadap skema angka tersebut
• Proses motivasi --> anak termotivasi untuk bisa menyebutkan semua angka dengan benar dikarenakan reward yang dijanjikan oleh guru di awal pelajaran dimana “mereka akan diberikan reward jika mampu menyebut semua angka dengan benar”

3. Teori belajar Ausubel

Menurut Ausubel, guru yang berperan aktif di dalam kelas. Menurut kelompok kami, anak TK masih bergantung kepada guru mereka dalam hal belajar sehingga peran guru cukup besar. Dalam proses belajarnya, guru tidak hanya memberikan materi saja melainkan guru berusaha membuat materi tersebut menjadi bermakna, misalnya : dalam menghapal nama hari, hari-hari itu dibuat ke dalam sebuah lagu sehingga mudah diingat anak. Selain itu, pada pelajaran mengenal angka, beberapa angka diibaratkan dengan hal-hal yang erat kaitannya dengan kehidupan anak, misalnya : angka 3 diibaratkan burung terbang, angka 4 diibaratkan kursi terbalik, angka 8 seperti kacamata dibalik, dan lain-lain. Dengan mempelajari sesuatu yang bermakna, maka anak dapat mengingat pelajaran itu untuk jangka waktu yang lama tentunya dengan diselingi pengulangan pelajaran oleh guru di kelas dan anak di rumah.

Bagi Anak-anak yang baru masuk TK,mereka belajar mengenal kata secara bertahap dimana pada awalnya anak mengenal huruf alphabet, setelah mengenal huruf alphabet, anak dikenalkan dengan kata (kata sederhana misalnya kata yang terdiri dari 3 alphabet) dan cara pelafalan suatu kata diajarkan dengan memenggal kata satu per satu, misalnya : i-bu, ku-da, baru kemudian dibaca.

4. Teori Belajar Gagne

TK ini menggunakan kurikurum 1994, sehingga setiap materi yang diajarkan disusun berdasarkan kurikulum ini. Sebelum guru memberikan pelajaran kepada anak-anak setiap harinya, terlebih dahulu guru menyusun rencana kegiatan belajar sebagai pedomannya untuk mengajar, agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik.

Menurut Gagne, ada 9 instructional process :
a. Gaining attention --> guru mendapatkan perhatian siswa dengan menggunakan tamburin karena TK ini identik dengan tamborin dalam setiap kegiatan belajar mengajar,misalnya segala instruksi seperti (lonceng kelas, jam istirahat, kegiatan makan, bernyanyi dan lain-lain) dilakukan dengan bunyi dari tamburin. Ketika anak ribut dalam kelas, tamburi ini sebagai alat untuk mengalihkan perhatian anak kembali kepada pelajaran.

b. Berikan informasi tentang tujuan pembelajaran
Guru memberitahukan kepada anak hari ini kita belajar angka supaya anak bisa mengenal angka

c. Stimulating recall of prior learning
Sebelum memanggil satu satu ke depan, guru meminta anak untuk mengulang angka dari 1-80

d. Presenting the stimulus
Angka – angka (1-40) tersebut ditulis di papan tulis.

e. Memberikan bimbingan belajar
Sebelum memanggil anak untuk maju ke depan satu per satu dan membaca angka, guru mengajak anak-anak membaca bersama-sama angka yang tertera di papan tulis.

f. Eliciting performance
Anak maju ke depan satu per satu untuk membaca angka secara bergantian dimana angka yang ditunjuk oleh gurunya adalah angka-angka secara acak (misalnya : dari angka 1 tiba-tiba ke angka 9)

g. Providing feedback
Guru mengkoreksi angka yang disebutkan anak apakah anak sudah menyebutkannya dengan benar

h. Assessing performance
Untuk melihat apakah murid sudah paham, guru akan menanyakan kembali angka yang tadi salah disebut anak dimana sebelumnya anak ditanya angka yang lain dulu.

i. Enhancing retention dan transfer
Ketika semua anak telah selesai membaca angka yang tertera di papan tulis, maka guru membagikan buku latihan yang berisi soal berhitung. Jika anak mampu mengenal angka maka anak mampu mengerjakan soal hitungan sederhana.

5. Teori Belajar Piaget

Asimilasi --> Dalam proses belajar mengenal angka, anak menyebutkan angka sesuai dengan apa yang ada di skema mereka.

Akomodasi --> Akan tetapi ketika anak salah menyebutkan angka yang ditunjuk maka anak akan mengubah skema mereka, hal ini dibuktikan anak mampu menjawab angka yang salah dengan tepat dimana sebelumnya anak diminta untuk menyebutkan angka yang lain dulu.

6. Teori Belajar Vygotsky

Zone of Proximal Development
(ZPD) --> Anak pertama dibimbing oleh guru kemudian lama kelamaan dilepas, misalnya dalam membaca angka, anak yang tidak bisa mengenal angka masih dibantu oleh guru dengan cara guru menyebutkan satu angka kemudian anak mengulangnya, hal tersebut dilakukan anak mampu secara mandiri menyebutkan angka tersebut.

7. Teori Belajar Krathwhol

Kaitan 5 domain afektif dalam proses belajar TK Cahaya Harapan :
1. Penerimaan : guru mengajarkan pada anak lagu-lagu yang baru dan anak menerimanya dengan menyanyikannya kembali

2. Responding : saat menyanyikan anak merasa senang terhadap lagu tersebut ditandai dengan semangat mereka dalam bernyanyi

3. Valuing : penghargaan terhadap lagu tersebut ditandai dengan selalu dinyanyikannya lagu itu setiap hari

4. Organization : anak menentukan kapan lagu itu dinyanyikan, misalnya lagu sayonara mereka nyanyikan mendekati jam pulang sekolah. Mereka tahu kapan lagu-lagu kesukaan mereka harus dinyanyikan.

5. Karakteristik berdasarkan nilai-nilai : karena mereka menyukai lagu tersebut, maka setiap kali pulang sekolah, mereka akan menyanyikan lagu tersebut. Perilaku mereka menyanyikan lagu tersebut menggambarkan rasa suka mereka terhadap lagu tersebut.


KESIMPULAN DAN TESTIMONI ANGGOTA

Berdasarkan observasi yang dilakukan, TK Cahaya Harapan berdiri sekitar 5 tahun yang lalu dimana tujuan mereka ialah untuk membangun kecerdasan anak-anak sehingga mereka dapat menjadi anak yang pintar dan mereka ingin membekali murid dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk bisa masuk di bangku SD. Kurikulum yang dipakai TK ini berbasis kurikulum tahun 1994. Anak-anak diajarkan menulis, membaca, berhitung, mewarnai, dan melipat. Karena kemampuan ini merupakan hal yang penting dan menjadi syarat utama agar murid ini diterima di SD. TK Cahaya Harapan juga melakukan ujian untuk melihat kemampuan siswa, apakah siswa sudah dapat memahami dan mengenal angka dan huruf dan ujiannya dilaksanakan 2 kali dalam setahun (pada pertengah semester dan akhir semester). Dan ketika diaplikasikan kedalam teori belajar, banyak teori belajar yang sudah diaplikasikan oleh guru TK.

Testimoni
Alfine : Kami mengadakan observasi pada tanggal 4 november 2010 (Kamis), pada awalnya segala sesuatu berjalan lancar tetapi di tengah-tengah observasi ,tiba-tiba saya menerima telepon dari keluarga saya yang memberi kabar kalau nenek saya meninggal. Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan observasi keesokan harinya. Pada tanggal 5 November 2010 (Jumat), kami mengobservasi anak-anak bermain dan mewawancarai kedua guru TK. Anak-anak TK tersebut sangat antusias ketika difoto.

Selesai wawancara, kami mencari hari untuk diskusi. Kendala yang dihadapi yaitu jadwal kami yang bentrok sehingga sulit mencari waktu yang tepat untuk diskusi. Sehingga pada awalnya hasil observasi kami kerjakan sendiri akan tetapi kami menggabungkan hasil observasi kami menjadi1 yaitu hasil observasi yang dicantumkan di laporan. Kami melakukan diskusi untuk membahas kaitan hasil observasi dengan teori belajar. Akhirnya laporan kami selesai tepat pada waktunya.

Icha : Sesaat setelah pengundian kelompok 2 mendapatkan tugas observasi ke TK, kami langsung menentukan kira-kira ke TK mana kami akan melakukan observasi. Kami langsung merencanakan hari apa akan melakukan observasi. Kami mencoba menghubungi TK Juwita, namun kami tdk diberikan ijin untuk melakukan observasi di sekolah tersebut. Kami pun mengambil pilihan lain yaitu TK Cahaya Harapan. Winda yang mengurus pengijinan, lalu kami pun mencari hari yang tepat untuk berangkat ke TK tersebut untuk melakukan observasi.

Ketika kami datang ke TK Cahaya Harapan, kami diterima baik oleh Ibu Sisca, salah seorang guru yang juga merangkap sebagai wakil kepala sekolah. Awalnya siswa-siswa TK tersebut merasa aneh kepada kami yang mungkin asing bagi mreka. Tapi kmudian siswa-siswa tersebut dapat mengikuti kelas seprti biasa tanpa menghiraukan kehadiran kami yang mengamati mereka.Observasi kami lakukan 2x di 2 hari yg berbeda. Respon siswa-siswa terhadap kami di hari yg ke2 agak lebih cuek. Namun mereka semangat utk diajak berfoto.

Setelah selesai melakukan observasi, kami mendiskusikan semua data-data yang berhasil kami kumpulkan.

Winda : Menurut saya, observasi ini cukup menyenangkan disamping saya bisa mengenal anak-anak TK yang menyenangkan, ditambah guru-guru yang ramah, saya memetik pelajaran dari TK ini.

Pada awalnya kami cukup kebingungan mencari TK,tapi pada akhirnya TK yang kami kunjungi merupakan TK yang cukup sederhana dimana hanya ada satu kelas dan mereka memberikan layanan pendidikan kepada anak TK sebagai persiapan bekal mereka ke SD. Sederhana adalah kata yang identik dengan TK ini. Mulai dari setting kelas, sangat berbeda dengan TK yang sekarang. Proses observasi berlangsung cukup lancar dengan tidak banyak kendala yang dihadapi.

Ketika diskusi kaitan observasi dengan teori, kami berusaha menggabungkan beberapa pendapat yang berbeda dan untuk saya menggabungkan pendapat itu menjadi sebuah tantangan.

Selain itu, saya hendak memberi saran pada sekolah TK, jika bisa pada saat anak diminta maju satu per satu untuk membaca sebaiknya waktu untuk setiap anak cukup singkat, jangan terlalu lama dikarenakan anak-anak yang lain merasa bosan menunggu giliran mereka. Memang ada sisi positifnya dimana kemampuan anak dalam mengenal angka dapat diuji dengan baik akan tetapi bukankah sebaiknya waktu untuk membaca ke depan disesuaikan dengan jumlah murid.Saya harap saran saya dapat memajukan TK tersebut agar lebih baik di masa mendatang.

Selain itu, observasi ini menambah koneksi kami dengan pihak luar (TK Cahaya Harapan). Terima Kasih buat Bu Dina atas tugas observasi dan Terima Kasih untuk TK Cahaya Harapan. Semoga kita bisa bekerja sama lagi di lain kesempatan.

Video








DAFTAR PUSTAKA

Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). edisi ke-7. Jakarta : Kencana Prenada Mulia
Bigge, Morris. 1982. Learning Theories for Teachers. New York : Harper & Row
Driscoll, Marcy P. 1994. Psychology of Learning for Instruction. Boston : Allyn and Bacon


Kelompok 2
Alfine Febrina Pinem (08-001)
Annisa Rizki Asrin (08-020)
Winda Dwiastuti (08-025)

Rabu, 10 November 2010

Teori Belajar Konstruktivistik

Sebelum membahas lebih jauh tentang konstruktivistik akan lebih baik jika kita terlebih dahulu membahas tentang pandangan konstruktivistik dengan pandangan objektivistik.
· Pandangan objektivistikà menurut pandangan ini, guru yang berperan dalam membentuk pemahaman siswa, dimana apa yang guru ajarkan, itu yang diterima oleh murid. Pengetahuan murid tersusun dari informasi yang diberikan oleh gurunya. Pandangan ini yang banyak diterapkan di sekolah pada zaman sekarang dimana murid-murid kebanyakan pasif dan hanya murni menerima apa yang dikatakan oleh gurunya.
· Pandangan konstruktivistikà pengetahuan dibentuk oleh individu (murid) sejalan dengan usaha mereka untuk memaknai pengalaman mereka. Individu akan terus membentuk, mengelaborasi dan menguji struktur mental sampai ditemukan struktur mental yang tepat. Informasi baru akan menganggu struktur kognitif yang telah terbentuk, jadi struktur kognitif harus diatur sedemikian rupa sehingga informasi baru memiliki makna. Pengetahuan yang terbentuk merupakan bagaimana konstruksi dari pengalaman manusia terhadap dunianya.
Konstruktivistik adalah suatu pandangan dimana murid aktif membentuk pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman dan tidak menerima pengetahuan secara pasif dari lingkungan. Guru pada hal ini bertindak sebagai fasilitator yang membimbing murid dalam belajar.

Tujuan belajar konstruktivistik
Penekanannya pada : “belajar dalam konteks” maksudnya konteks dimana aktivitas yang kita lakukan bermakna. Belajar adalah proses dinamis yang dihasilkan dari melakukan suatu aktivitas dalam situasi tertentu. Aktivitas berpikir merupakan tujuan utama dari konstruktivistik. Menurut pendekatan ini, tujuan dari pendidikan adalah mengupayakan agar proses retensi, memahami dan penggunaan aktif dari pengetahuan dan kemampuan. Selain itu, dibutuhkan kemampuan tertentu dalam mempelajari sesuatu, paling tidak murid sudah memiliki skill sebelumnya dalam mempelajari hal-hal yang baru. Guru dapat membantu melalui : melatih individu yang tidak punya kemampuan itu, membantu siswa dalam mengidentifikasi skill yang perlu dipelajari. Ketika anak memiliki skill yang diperlukan, tiba saatnya untuk memperbolehkan murid untuk mencari lingkungan yang dapat membantu mereka lebih efisien dalam menguasai informasi yang ada.

Kondisi belajar (Konstruktivistik)
1. Lingkungan belajar yang kompleks
Tugas yang terlalu mudah akan menghambat anak belajar bagaimana memecahkan masalah yang lebih kompleks, oleh karena itu situasi belajar perlu dibuat kompleks. Lingkungan belajar harus bisa menantang individu untuk mengkonstruksi model yang lebih baik atau paling tidak mempertimbangkan alternatif yang diberikan guru.
Perkins mengajukan :
construction kits” = merakit dari konsep yg konkret sampai dengan yang abstrak.
phenomenaria” = berupa simulasi games dan microworld berbasis komputer yang memperbolekan siswa mempelajari fenomena dan memanipulasi konsep dan asumsi dari fenomena tersebut.
2. Negosiasi sosial
Struktur mental berkembang melalui interaksi sosial. Salah satu caranya bisa dilakukan dengan kolaborasi. Kolaborasi bukan hanya sekedar mengajak murid untuk bekerja sama atau saling berbagi pengetahuan mereka. Melainkan, kolaborasi menghasilkan insight dan solusi, selain itu dengan teknik ini individu dapat belajar memahami perspektif orang lain daripada hanya memahami perspektif sendiri.
3. Juxtaposition of instructional content
Ketika kita tetap menggunakan satu strategi untuk menyelesaikan situasi yang berbeda, akan timbul hambatan dalam proses belajar. Salah satu cara untuk mencegah itu adalah melihat satu hal dari berbagai perspektif atau sudut pandang, tujuan akhir : mencapai goal dari advanced knowledge acquisition. Inilah pengertian dari juxtaposition ( melihat satu hal dari berbagai perspektif), selain itu kita juga bisa melihat satu hal dari berbagai model penyajian informasi (auditori, visual atau rabaan)
4. Nurturance of reflexivity
Kata kunci di sini adalah aware/sadar akan bagaimana struktur dan proses belajar terjadi., dengan reflexivity, sikap kritis muncul dalam pembelajar (sikap yang mendorong mereka untuk aware tentang bagaimana dan struktur kognitif apa yang menciptakan makna dari suatu hal). Ketika seseorang sadar akan struktur kognitif maka dia dapat mengeksplorasi lebih luas kira-kira apa hasil dari alternatif yang tersedia.
5. Student-Centered Instruction
Anak yang menentukan bagaimana dan apa strategi yang hendak diterapkan dalam proses belajarnya .Jika anak tidak mampu untuk melakukannya, maka guru adalah orang yang dapat membantu mereka dalam menemukan strategi belajar yang tepat (contoh : scaffolding)

Metode
· Microworlds = program yang memperbolehkan siswa untuk mengeksplorasi dan menemukan, di dalam program tersedia poin yang dapat disesuaikan dengan pembelajar, contoh : science vision adalah program komputer yang memperbolehkan siswa untuk melakukan eksprimen scientific yang biasanya dilarang dilakukan oleh anak seusia mereka karena berbahaya.
· Hypermedia design = beragam informasi tercantum dalam program ini yang memudahkan pembelajar untuk mencari jenis informasi yang mereka inginkan.
· Cognitive apprenticeships = siswa melakukan magang mengenai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan kognitif tertentu, agar mereka memiliki kesempatan untuk mempraktekan pengetahuan yang mereka pelajari di sekolah
· Collaborative learning dapat ditemukan pada Computer-based tool , contoh : Open software merupakan program yang dengan mudah dapat diadaptasi sesuai kebutuhan pengguna, malalui bubble dialogue anak akan menuangkan apa yang terdapat dalam pemikiran mereka.

Kelebihan pembelajaran secara konstruktivisme :
1. Berpikir --> murid secara aktif berpikir ketika hendak meyelesaikan masalah yang dihadapi,mencari ide,dan mengambil keputusan.
2. Pemahaman --> Pemahaman murid tentang sesuatu konsep dan ide lebih jelas apabila mereka terlibat secara langsung dalam pembinaan pengetahuan baru. Seorang murid yang memahami apa yang dipelajari akan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang baru dalam kehidupan dan situasi baru
3. Ingat --> dengan memahami suatu konsep, akan mudah bagi siswa untuk mengingat konsep itu karena murid secara aktif mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Yakin --> Murid yang belajar secara konstruktivisme diberi peluang untuk membina sendiri pemahaman mereka tentang sesuatu, hal ini menjadikan mereka lebih yakin kepada diri sendiri dan berani menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru
5. Kemampuan sosial --> Dengan kemampuan sosial yang baik, anak akan mampu menghadapi masalah di sekitar mereka. Hal inilah yang dibina di dalam kelas melalui interaksi antara murid dengan murid atau murid dengan guru.

Referensi
Driscoll, Marcy P. 1994. Psychology of Learning for Instruction. Boston : Allyn and Bacon
http://www.docstoc.com/docs/downloadDoc.aspx?doc_id=22503694 (Pembelajaran secara konstruktivisme, akses 10 November 2010)

Rabu, 03 November 2010

Teori Belajar Sibernetik : Teori Pask & Landa

Teori belajar Sibernetik berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi; dimana yang terpenting adalah sistem informasi dari apa yang akan dipelajari siswa. Sedangkan keberlangsungan proses belajar akan sangat ditentukan oleh sistem informasi ini. Karena itu, teori ini berasumsi bahwa tidak ada satupun jenis cara belajar yang ideal untuk segala situasi karena cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.

Pask
Nama : Andrew Gordon Speedie Pask
Tempat lahir : Derby, Inggris
Tanggal lahir : 28 Juni 1928
1956 --> aktif di teater dan menulis sekumpulan cerpen “ Adventures with Proffesor Flaxman-Low”, hobi : melukis

Sebelum membahas lebih jauh tentang teori belajar Pask, perlu kita kenal terlebih dahulu percakapan (conversation) karena percakapan ini berhubungan dengan teori belajar Pask. Percakapan adalah pembicaraan informal dimana terjadi pertukaran informasi dan ide antara 2 orang atau lebih. Dalam setting sekolah, percakapan membantu mempercepat proses belajar melalui pembagian perspektif, pengenalan informasi baru, dan menstimulasi aktivitas kreatif di dalam kelas. Percakapan melibatkan pembicara dan pendengar yang disebut agen percakapan. Proses percakapan adalah proses yang berkesinambungan yang memuat informasi sosial, kognitif dan emosi yang merepresentasikan apa yang dilakukan dan dirasakan oleh agen pada situasi tertentu. Proses ini bisa terjadi dalam diri individu, antar individu, dan artificial entities dan antar artificial entities; dan menjadi dasar untuk sejumlah aktivitas :
Instructional tutorials : proses yang melibatkan 2 atau lebih agen --> pemahaman tentang subjek yang spesifik.
• Kencan pertama : agen bertukar informasi personal tentang diri mereka.

Kategori dari percakapan :
1. Monolog : bicara pada diri sendiri --> membuat pernyataan
2. Dialogue : pada awalnya banyak ide pro dan kontra yang melalui dialogue dibuat ke dalam beberapa alternatif
3. Dialetic : tujuannya untuk mendapatkan kebenaran dari argumen
4. Construction : untuk membuat sesuatu yang baru

Pask’s Learning Theory
Menurut Pask, proses belajar bergantung pada strategi yang digunakan oleh siswa. Tujuan belajar yang dipecah menjadi sub yang lebih kecil agar siswa bisa fokus. Guru sebaiknya mengajarkan konsep daripada strategi agar siswa dapat paham dan menggunakannya di situasi yang lain. Guru bertugas sebagai fasilitator yang membimbing siswa, bukan menghakimi strategi siswa sebagai cara yang tidak dapat diterima. Metode : tutorial conversation --> metode belajar berbentuk diskusi dan strategi belajarnya berdasarkan kesepakatan antara guru dan siswa.

Aplikasi dari teori Pask ke dalam proses belajar
Dialog akan membantu guru dalam mencari tahu strategi belajar siswa dan membantu siswa dengan memberikan saran agar siswa berhasil dalam proses belajar. Ada satu masalah yang dihadapi siswa yaitu cognitive fixity yaitu, kecenderungan untuk tetap menggunakan sebuah strategi tertentu walaupun ada bukti yang menunjukkan bahwa strategi tidak cocok. Semakin lama siswa mempertahanakan perseprsinya yang salah, semakin sulit berubah; akan tetapi hal ini bisa diatasi dengan dialog. Melalui dialog, anak mampu menerima ide dan konsep baru. Selain itu, siswa perlu memahami tujuan belajar agar informasi yang mereka peroleh dapat tersimpan lama di LTM, salah satu caranya : diksusi dan project.

Proses pembelajaran bisa diinterpretasikan dalam siklus :
1. Explanation
2. Justification
3. Comparison
4. Evaluation
5. Agreement

Teori Pask meliputi proses belajar dalam area motorik, pengetahuan kognitif dan proses sosial. Fokus dari Pask adalah conversatioan dimana dalam conversation dibutuhkan kemampuan interpersonal yang baik dengan kata lain siswa perlu dibekali dengan kemampuan interpersoanal agar metode ini bisa efektif.

Modeling Method
Ada beberapa langkah dalam model ini :
1. conversation antara guru dan kelas untuk memastikan pemahaman umum dari pertanyaan yang ditanya.
2. Siswa dibagi dalam kelompok kecil yang berkolaborasi dalam merencanakan pemecahan masalah. Siswa dalam kelompok kecil mungkin mengusulkan banyak pendekatan untuk menyelesaikan masalah. Pada tahap ini, guru yang mempunyai pemahaman yang mendalam mengenai materi itu akan dapat berperan sebagai fasilitator dan dapat membimbing cara yang tepat dalam menyelesaikan masalah.
3. Siswa diminta untuk menjelaskan strategi dan solusi mereka di depan kelas.
4. Setelah semua solusi dijelaskan, siswa dan guru terlibat dalam dialog untuk mengevaluasi solusi dan strategi.
Proses belajar memerlukan yang namanya evaluasi dan salah satu metodenya yaitu : metode teachback yaitu sebuah metode yang digunakan untuk memastikan murid mengerti topik sampai pada tahap mampu mengajarkan kembali kepada guru.

Lev N.Landa
Yang penting bagi Landa adalah sistem informasi dari materi yang akan dipelajari. Maksudnya guru harus mengerti informasi dari materi, sistem berpikir siswa dan bagaimana cara mengklopkan antara sistem informasi materi dengan sistem berpikir pembelajar itu.
Ada 2 macam proses berpikir :
• Proses berpikir Algoritmik = proses berpikir konvergen, lurus menuju ke suatu target tertentu
• Cara berpikir Heuristik = cara berpikir divergen, menuju ke beberapa target sekaligus.

Fokus Landa pada algoritmik oleh karena itu ada 4 kegiatan pokok dalam proses belajar mengajar menurut Landa :
• Identifikasi proses algoritmik yang mendasari suatu problem solving
• Mengidentifikasi hal-hal yang tidak dapat di algoritmikkan supaya algoritmik dan non algoritmik tidak tumpang tindih
• Guru mampu mengajar dengan menggunakan proses algoritmik yang pernah diajarkannya.
• Membuat pembelajar agar dapat melakukan aplikasi dari apa yang telah dipelajari

Mengetahui materi = mengetahui sitematik berpikir yang dituntut untuk mempelajari materi pelajaran itu. Proses berpikir algoritmik akan berfungsi secara maksimal jika pembelajar diberi cukup kebebasan untuk menemukan sendiri aturan algoritmik tersebut (bisa dibilang ada pengaruh discovery learning). Ada 2 cara mengajar proses algoritmik :
• Langsung mengajarkan proses algoritmik itu
• Mengusahakan agar pembelajar menemukan sendiri proses algoritmik

Referensi :
Luppicini, Rocci. 2008. Handbook of Conversation Design for Instructional Applications. New York : IGI Global.
Luppicini, Rocci. “Introducing Conversation Design”. Handbook of Conversation Design for Instructional Applications, chap 1 pp 1-18. 2008.
Morrow, Jean & Janet Holland. “Pask and Ma Join Forces in an Elementary Mathematics Methods Course”. Handbook of Conversation Design for Instructional Applications, chap XVI pp 252-263. 2008.
W. R. Klemm, Software Issues for Applying Conversation Theory For Effective Collaboration Via the Internet. Manuscript. 2002.
http://suchaini.net/me2/2009/05/pembagian-teori-belajar-dari-sudut-pandang-tentang-proses-belajar/


Rabu, 27 Oktober 2010

Resume Teori Belajar Humanistik : Teori Belajar Kolb & Krathwohl

Kedua tokoh merupakan tokoh dari aliran teori Humanistik. Teori Humanistik merupakan teori yang paling abstrak dan paling mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan. Teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuk paling ideal daripada belajar seperti apa adanya; dimana yang penting adalah isi yang dipelajari daripada proses belajar itu sendiri. Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal. Berikut akan dibahas 2 tokoh aliran humanistik :

1. David. A. Kolb
Teori belajar Kolb disebut teori belajar eksperimental yang melibatkan pengalaman, persepsi, kognisi dan perilaku. Kolb membagi kecenderungan seseorang dalam proses belajar menjadi empat kutub yaitu :
a. Kutub Pengalaman Konkrit (“Do”)
orang merasakan dan menceritakan apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya tanpa memahami kenapa sesuatu bisa terjadi.
b. Kutub Pengamatan Aktif dan reflektif (“Observe”)
Seseorang memikirkan kenapa sesuatu bisa terjadi, mencari alasan di balik terjadinya sesuatu
c. Kutub Konseptualisasi (“Think”)
Seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi obyek perhatiannya. Berpikir induktif banyak dipakai pada kutub ini. Walaupun kejadian-kejadian yang diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.
d. Kutub Eksperimentasi Aktif (“Plan”)
Artinya adalah melakukan eksperimentasi secara aktif, artinya seseorang sudah mampu untuk mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan kedalam situasi yang nyata. Berpikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di lapangan dimana seseorang mampu menggunakan teori atau rumus-rumus untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Kolb mengidentifikasi empat gaya belajar berhubungan dengan tahap-tahap belajar di atas meliputi :
Assimilator--> seseorang yang dapat belajar baik ketika materi diberikan dengan suara
Converger --> seseorang yang dapat belajar baik ketika materi diberikan dengan aplikasi dari konsep dan teori
• Accommodator --> seseorang yang dapat belajar baik ketika mereka berpartisipasi aktif
Diverger --> seseorang yang dapat belajar baik ketika mereka diijinkan untuk mengobservasi dan mengumpulkan informasi

2. David .R. Krathwohl
Sebelum kita membahas tokoh berikut, akan lebih baik jika kita menyinggung taksonomi belajar Bloom, menurut Bloom apa yang mungkin dipelajari atau dikuasai siswa,tercakup dalam beberapa aspek:
a.Kognitif
Kognitif terdiri dari 6 (enam) tingkatan:
1.pengetahuan (mengingat,menghafal)
2.Pemahaman (menginterpretasikan)
3.aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)
4.analisis (menjabarkan suatu konsep)
5.sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
6.evaluasi (membandingkan nilai,ide,metode dan sebagainya)

b.Psikomotor
Psikomotor terdiri dari 5 (lima) tingkatan:
1.peniruan (menirukan gerak)
2.penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3.ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
4.perangkaian (melakukan beberapa gerak sekaligus denga benar)
5.naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)

c.Afektif
Krathwohl terkenal dengan taksonomi dari domain afektif, taksonomi tersebut disusun berdasarkan prinsip Internalisasi. Internalisasi merupakan proses dimana afeksi seseorang terhadap objek dipassing dari keadaan sadar sampai tahap dimana afeksi tersebut diinternalisasi dan secara konsisten membimbing atau mengontrol perilaku orang tersebut.
Afektif terdiri dari 5 (lima) tingkatan:
1.pengenalan (ingin menerima,sadar akan adanya sesuatu)
2.merespons (aktif berpartisipasi) --> Hasil belajar : merespon dengan sukarela, atau kepuasan dalam merespon
3.penghargaan (menerima nilai-nilai,setia kepada nilai-nilai tertentu) -->Hasil belajar : perilaku yang konsisten dan stabil sehingga tampak nilai yang dianut
4.pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai) --> Hasil belajar : konsep nilai (mengenal tanggung jawab dari masing-masing individu untuk meningkatkan hubungan antar manusia) atau organisasi sistem nilai (mengembangkan rencana kerja yang akan memenuhi kebutuhan individu)
5.pengalaman (perilaku yang ditunjukkan sesuai nilai-nilai yang diinternalisasi)

David R.Krathwohl dalam buku “A taksonomy for learning, teaching, and assessing” mengadakan refisi aspek kemampuan kognitif dari Bloom dengan memilah menjadi 2 (dua) dimensi yakni, dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Dalam dimensi pengetahuan, didalamnya memuat objek ilmu yang disusun dari (1) pengetahuan fakta, (2) pengetahuan konsep, (3) pengetahuan prosedural, dan (4) pengetahuan meta kognitif. Sedangkan dalam dimensi proses kognitif, didalamnya memuat enam tingkatan meliputi (1) mengingat, (2) mengerti, (3) menerapkan, (4) menganalisis, (5) mengevaluasi, dan (6) mencipta.

Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Semua tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Maka sangat perlu diperhatikan perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan dirinya serta realisasi diri. Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan karena seseorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang. Dalam prakteknya teori humanistk ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.


Kaitan ketiga domain dengan pengalaman saya :
Setiap sebulan sekali, saya menjadi kakak asuh di vihara saya. Adik-adik asuh saya merupakan anak kelas SMP 1-SMP 3. Bisa dibilang mereka berada dalam tahap pencarian identitas diri dan cukup sulit diatur. Setiap kakak asuh membawakan 1 kegiatan untuk adik-adik asuhnya. Saya diberikan waktu 1 jam untuk melakukan kegiatan dengan adik-adik asuh saya. Nama kegiatannya : menerobos rintangan dengan mata tertutup. Sebelum hari H acara, kami (kakak asuh) berlatih dahulu. Saya diberikan materi dan disuruh mempresentasikannya kepada pembimbing saya. Proses saya memahami dan menghapal isi kegiatan (domain kognitif), selain itu saya juga berkonsultasi dengan pembimbing saya kira-kira jenis kegiatan permainan apa yang disukai oleh adik-adik asuh saya yang masih di SMP 1- SMP 3. Saya ingin merancang permainan yang disukai mereka agar mereka tidak bosan(domain afektif). Setelah beberapa hari latihan, hari H dimulai, dan adik-adik asuh saya melakukan kegiatan menerobos rintangan dengan mata tertutup, mereka berdiskusi dalam kelompok dan praktek langsung cara menerobos rintangan (domain psikomotor)

Referensi
http://classweb.gmu.edu/ndabbagh/Resources/Resources2/krathstax.htm
http://baryons23.blogspot.com/2009/11/teori-belajar-humanistik-dan.html
http://www.learning-theories.com/experiential-learning-kolb.html
http://taliabupomai.blogspot.com/2010/04/pengertianteoridan-konsep-belajar.html
http://www.slideshare.net/haidah/taksonomi-bloom-dan-domain-krathwohl


Rabu, 13 Oktober 2010

UTS Psikologi Belajar

Pembahasan dapat didownload dari :
Winda 08-025 UTS
Terima Kasih..

Jumat, 01 Oktober 2010

My learning Process, Psi. Belajar 4

Jika dikaji dari semester awal sampai sekarang, cara belajar saya berubah-ubah, dulunya kebanyakan SKS tetapi sekarang tidak lagi. Kalau dikaitkan dengan teori belajar yang sudah saya peroleh, ada beberapa teori tokoh belajar yang dapat mendeskripsikan cara belajar saya :

• Bandura
Belajar observasional dimana seseorang bukan hanya memodeling apa yang dia lihat melainkan dia juga mempertimbangkan konsekuensi dari modeling. Pada saat semester 3, saya mengambil mata kuliah “komunikasi”, dan saya belajar banyak dari sana dimana saya bisa melihat bagaimana cara presentasi yang baik, yang diperagakan oleh dosen dan teman-teman. Saya mengkaji cara-cara presentasi mana yang baik dan saya terapkan di presentasi mata kuliah yang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, saya cenderung memodeling tingkah laku orang yang saya kagumi (orang tua saya), saya meniru bagaimana nilai kerja keras dan mensyukuri hidup yang mereka anut.

• Ausubel
Menurut Ausubel, sebelum kita mempelajari suatu pengetahuan alangkah lebih baik jika kita memiliki skema tentang pengetahuan yang akan dipelajari. Hal ini akan mempermudah proses belajar kita. Ketika saya mendengarkan penjelasan dosen mengenai materi Ausubel saya langsung teringat dengan mata kuliah “Psikologi Sosial” dimana mahasiswa diwajibkan membaca materi sebelum masuk ke dalam kelas. Dosen mata kuliah tersebut juga pernah mengatakan tujuan mahasiswa diwajibkan membaca materi agar mereka mempunyai skema mengenai materi yang akan dipelajari, tinggal dosen yang akan membenarkan pemahaman mahasiswa apakah sudah benar atau belum. Dengan memiliki anchoring ideas dalam otak akan mempermudah mahasiswa dalam proses belajar. Skema serupa folder-folder pengetahuan yang terorganisasi di dalam otak. Teori belajar ini juga diterapkan di mata kuliah lain seperti Psikologi Pedidikan (dimana dosen menugaskan kami mengisi suatu buku mengenai materi yang kami baca, pertanyaan yang hendak kami tanyakan, kritik dan saran), Psikologi Kepribadian, dan hampir semua mata kuliah di Psikologi menerapkan teori ini. Informasi sebaiknya diajarkan dari hal-hal yang umum menuju sesuatu yang spesifik dan hal itu yang saya alami di les melukis saya. Saya pernah mengikuti les melukis pada saat semester 1 dan 2. Pertama kali saya datang ke tempat les tersebut, guru saya mengajarkan saya bagaimana mencampur warna dari warna primer (merah, kuning, biru) untuk menghasilkan campuran berbagai warna. Langkah awalnya : pencampuran 2 warna , kemudian masuk ke pencampuran 3 warna. Pertama saya berpikir untuk apa guru saya mengajaarkan saya melakukan hal itu, ternyata setelah saya melewati tahap pencampuran warna guru saya mengajarkan teknik lain seperti mencuci warna dan baru masuk kedalam melukis gambar (pertama objek-objek (buah, binatang, masuk ke tokoh kartun sampai pemandangan). Sebenarnya apa yang diajarkan guru saya bertujuan agar saya memiliki skema di otak tentang melukis (bertahap : mulai dari pencampuran warna berupa 2 warna, 3 warna, mencuci warna (hal umum) baru kemudian melukis (lebih spesifik))
Dulunya ketika saya les di salah satu bimbingan belajar di Medan untuk persiapan menghadapi UMB, kakak pembimbing saya pernah mengeluarkan statement “kalau kalian kurang mengerti dengan materinya, dihapal saja”. Akan tetapi menurut Ausubel, kita boleh saja menghapal sesuatu agar kita punya skema itu di otak kita tetapi kalau penghapalan tadi tidak disertai dengan pemahaman, maka kita hanya memperkuat konsep dan kemungkinan materi tersebut terlupa cukup besar.
Bisa saya simpulkan kalau peran guru masih penting untuk saya.

• Brunner
Menurut Brunner, siswa itu aktif dan hal ini mulai saya terapkan dalam proses belajar. Hal itu tampak dari :
o Ketika ada kesulitan belajar, saya akan mencari bantuan untuk meluruskan pemahaman saya. Bantuan itu baik dari dosen ,teman, ataupun senior
o Membaca materi sebelum masuk kelas
o Membuat mindmap atau ringkasan bahan untuk mempermudah proses belajar

Daftar Pustaka
Bigge, Morris. 1982. Learning Theories for Teachers. New York : Harper & Row
Driscoll, Marcy P. 1994. Psychology of Learning for Instruction. Boston : Allyn and Bacon
Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). edisi ke-7. Jakarta : Kencana Prenada Mulia

Solusi untuk mengubah kebiaasan SKS, Psi.Belajar 3

Kata SKS (Sistem Kebut Semalam) pastilah tidak asing untuk semua pelajar baik dari kalangan SMP, SMA , sampai bangku kuliah. SKS ini juga pernah menemani sejarah cara belajar saya sampai dengan kuliah. Salah satu alasan saya mengkaji SKS karena SKS ini sangat dekat dengan pengalaman belajar saya dan setelah mendengarkan penjelasan dosen mengenai teori Ausubel, saya mendapatkan insight bagaimana mengurangi kebiasaan SKS itu.

Guru : “Murid-murid, kalian sudah belajar? UTS sudah di ambang pintu.”
Murid-murid : “Belum,bu. Kan pakai SKS”

Menurut saya, SKS merupakan singkatan dari istilah Sistem Kebut Semalam yang cukup populer di kalangan siswa maupun mahasiswa. SKS ini berlaku ketika besok mau ujian, hari ini siswa/mahasiswa baru sibuk belajar. Memang materi yang ada terhapal dan kita bisa mengerjakan soal ujian cuma kalau ditanya lagi materi yang sama selang beberapa hari setelah ujian, pasti jawabannya lupa.

Alasan mahasiswa (termasuk saya) menggunakan SKS:
• Mereka malas membaca materi pada saat kuliah (sewaktu masa kuliah lebih suka menghabiskan waktu jalan-jalan --> “have fun”)
• Terpaksa karena terlalu banyak tugas ketika dekat ujian jadi tidak sempat membuat persiapan awal (Alasan saya memakai SKS)
• Menganggap remeh pelajaran (misalnya : pada anak SMA terutama pelajraan PPKN, di dalam benak siswa tertanam “satu hari belajar pasti sempat soalnya soal ujian PPKN pasti yang ditanyakan hal yang umum”)
• Materi yang diujikan sedikit sehingga muncul mindset SKS pun sempat.
• Dan masih banyak lagi (tergantung penilaian subjektif tentang SKS)

SKS bisa memberikan dampak positif dan juga dampak negatif dimana dampak positif tampak jelas ketika seseorang berhasil bisa mengerjakan soal ujian, akan tetapi dampak negatifnya berjangka panjang dan tampak di masa depan, misalnya : acara televisi “ Are you smarter than a 5th grader? ” sebenarnya ada kaitannya dengan SKS ini dimana dengan SKS kita memang mengingat materi yang ada akan tetapi sifatnya sementara. Coba saja tanyakan kepada mahasiswa pertanyaan kelas 5 SD, kemungkinan besar mereka tidak akan bisa menjawab. Mungkin saja ketika soal mereka diberikan kepada saya, mungkin saya mengalami kesulitan dalam menjawab, dikarenakan lupa. Hal ini dapat disebabkan guru SD saya lebih banyak memberikan materi dan saya sebagai siswa tinggal menghapal. Ketika SD, saya jarang menerapkan SKS bahkan tidak mengenal istilah SKS ini soalnya dulu ketika SD, saya memiliki guru les yang mengatur jadwal belajar sehingga jauh-jauh hari sebelum ujian semua bahan ujian sudah dipelajari.

Menurut saya, SKS bukannlah cara yang tepat dikarenakan informasi yang kita pelajari saat itu hanya bertahan untuk jangka waktu yang sangat singkat dan kemungkinan besar cepat dilupakan. Coba bandingkan dengan cara belajar yang lain seperti menyicil bahan ujian, bukankah itu lebih baik. Terutama untuk kalangan mahasiswa dimana apa yang kita pelajari di awal semester merupakan bekal yang akan mempermudah kita dalam penyusunan skripsi.

Hal "+" yang saya petik dari kuliah materi Ausubel dikaitkan dengan sistem SKS yang terkadang masih saya pakai :
1. Belajar dengan membuat skema (bisa berupa mind map)
Menurut Ausubel, seseorang akan lebih mudah menyerap informasi jika ia memiliki skema di otak mengenai hal yang akan dipelajari. Untuk mata kuliah tertentu, saya membuat mindmap untuk mempermudah proses belajar dan mengingat
2. Belajar bukan hanya sekedar menghapal tetapi memahami
Meaningful learning (Ausubel) --> sesuatu akan mudah dipelajari dan buat ia bermakna dengan dikaitkan ke materi lama sehingga informasi baru menjadi sesuatu yang bermakna dan bertahan lama.
Mungkin untuk informasi baru (yang kita tidak punya skema di otak, cara belajarnya yaitu kita menghapal, menghapal memang membentuk skema, akan tetapi skema tersebut tidak akan bertahan lama jika materi tidak dipahami dan diulang)
SKS mungkin membantu akan tetapi lebih baik kita memahami dan sering mengulang pelajaran biar pelajarannya masuk ke LTM.
3. Kalau bisa sebelum masuk pelajaran, baca materi yang ada sehingga paling tidak kita punya skema di otak tentang hal yang akan dipelajari sehingga ketika kuliah tinggal membenarkan skema dan sewaktu ujian skema itu diulang dan diperkuat; hal itu sudah saya coba terapkan dalam mata kuliah dan memberikan dampak yang sangat baik.

Daftar Pustaka
Driscoll, Marcy P. 1994. Psychology of Learning for Instruction. Boston : Allyn and Bacon

Oh Ternyata teori Gagne, Psi.Belajar 2

Gagne dikenal sebagai tokoh belajar yang eclectic dimana teorinya merupakan pendekatan kognitif dan pendekatan behavioris. Ciri khas dari Gagne yaitu :

1. 8 tipe belajar gagne
2. Hasil belajar
3. Fase belajar (belajar itu bertahap)

Yang hendak saya bahas adalah 8 fase belajar Gagne dikaitkan dengan kehidupan belajar saya sebagai mahasiswa fakultas Psikologi di Universitas Sumatera Utara. Sebelumnya terlebih dahulu kita bahas apa yang dimaksud dengan 8 fase belajar Gagne.

Menurut Gagne, proses belajar melalui 8 tahapan yaitu :
1. Motivasi
Sebelum proses belajar terjadi, siswa harus termotivasi terhadap pelajaran yang akan dipelajari baik itu merupakan motivasi internal ataupun eksternal. Jika motivasi tidak muncul, guru dapat memberitahuan siswa apa yang akan ia dapat kalau dia berhasil mencapai tujuannya.
2. Apprehending
Siswa menyadari adanya stimulus di lingkungannya
3. Acquisition
Mengkodekan pengetahuan yang dipelajari ke dalam Long term Memory atau Short Term Memory
4. Retention
Proses penyimpanan memori setelah dikodekan
5. Recall
Proses ini terjadi ketika siswa berusaha mengingat kembali pengetahuan yang tadinya disimpan dalam STM atau LTM
6. Generalization
Generalization serupa dengan transfer of learning dimana kita mengaplikasikan apa yang sudah dipelajari ke dalam situasi yang berbeda.
7. Performance
Setelah semua proses di atas terjadi, kita melakukan performance mengenai pengetahua yang telah didapat. Performance ini berupa perilaku yang dapat diobservasi
8. Feedback
Peran guru sangat besar dalam hal ini dimana guru memberikan feedback melalui penguatan terhadap performansi siswa atau mengkoreksi pengetahuan siswa yang salah.


Kaitan dengan proses belajar
Pada mata kuliah “Psikologi Sosial I”, ada proses belajar yang cukup berbeda dengan 2 semester awal dimana mahasiswa diwajibkan membaca buku sebelum masuk ke kelas. Dosennya akan bertanya tentang materi yang dibaca sebelum kelompok mulai mempresentasikan bahan kuliah dan setiap 2 minggu sekali akan diberikan quiz tentang bahan yang telah diajarkan sebelumnya. Akan ada punishment tertentu jika mahasiswa tidak bisa menjawab pertanyaan dosen. Kebetulan kelompok saya mendapat topik presentasi “First Impression” dan giliran kami bukan presentasi pertama. Jadi kami berkesempatan melihat presentasi kelompok pertama dan hari itu cukup menegangkan untuk kami. Soalnya kelompok tadi dibilang presentasi terlalu lama (pembagian waktu presentasi setiap anggota tidak merata) dan ketika seorang anggota mempresentasikan bahan kurang baik (tidak jelas) diminta untuk duduk dan digganti dengan anggota yang lain. Rasa takut dan tertantang yang menjadi motivasi kami untuk berusaha tampil sebaik mungkin dalam presentasi kelompok. Kami menyadari bahwa ada tekanan dari lingkungan akan tetapi kami termotivasi untuk tampil baik. Seminggu sebelum presentasi, kami membaca dan memahami semua materi baik materi yang akan kami presentasikan sendiri ditambah materi dari anggota lain (1 kelompok dengan saya). Tiga hari sebelum presentasi, kami melakukan latihan presentasi dan diskusi untuk melihat sejauh mana penguasaan materi kami. Dalam diskusi, kami membahas bagian yang agak rancu dan untuk menyamakan pendapat kami tentang topik tersebut. Kendala muncul ketika kami berusaha mencari contoh yang cocok tentang istilah dalam topic presentasi kami, kami membaca ulang kalimat lagi dan berusaha memahami makna kata tersebut dan kami menemukan contoh yang cocok. Hari presentasi tiba, kami presentasi seperti biasa, ketika masuk sesi tanya jawab ada pertanyaan dari teman-teman yang mencakup aplikasi topic ke fenomena di masyarakat, kami berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Akan tetapi mungkin kurang tepat, sehingga dosen kami membantu kami untuk meluruskan jawaban kelompok kami. Akan tetapi, akhirnya segala sesuatu berjalan lancar.

Aplikasi dari 8 fase belajar banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari (dari anak-anak sampai dewasa) mulai dari mempelajari pelajaran di sekolah sampai kemampuan/skill tertentu akan tetapi kita tidak tahu kalau itu teori Gagne sebelum kita mengenal teori tersebut.

Daftar Pustaka

Bigge, Morris. 1982. Learning Theories for Teachers. New York : Harper & Row

Rabu, 15 September 2010

KULIAH VS SMA, Psi. Belajar 1

Proses belajar SMA dan kuliah jauh berbeda dimana pada kuliah kebanyakan dosen memberikan diskusi dalam proses belajar mengajar dan mahasiswa dituntut aktif, berbeda dengan SMA dimana murid SMA tidak diwajibkan aktif dan proses belajar masih pasif dimana guru mengajar dan murid mendengarkan. Murid jarang bertanya kepada guru. Untuk saya sendiri masih perlu proses untuk bisa mengubah kebiasaan pasif menjadi aktif. Selain itu, kalau dulu di SMA ada guru les yang bisa membantu jika saya mengalami kesulitan dalam mata pelajaran tertentu, sewaktu kuliah kita harus lebih mandiri dimana guru les kita adalah dosen, teman-teman, dan senior.

Pada saat kuliah mahasiswa diwajibkan membaca materi kuliah hari itu, dan dosen cenderung menanyakan apa yang anda ketahui, kalau tidak bisa menjawab akan ada konsekuensi tertentu. Alasan mahasiswa diminta membaca adalah agar mereka memiliki skema tentang apa yang akan dipelajari sehingga sewaktu mendengar penjelasan dosen, kita tinggal memperkuat skema tersebut. Ada juga mata kuliah yang di setiap pertemuannya ada quiz mengenai bahan yang akan diajarkan.

Mata kuliah yang pertama kali mengharuskan presentasi adalah filsafat. Perasaan takut bercampur gugup ketika pertama kali presentasi. Sebelum presentasi, saya berusaha untuk melakukan persiapan agar bisa presentasi dengan baik. Dengan menjalani cukup banyak presentasi, secara tidak langsung kemampuan presentasi dapat berangsur-angsur membaik.

Sistem ujian juga mengalami perubahan dimana sewaktu SMA ujian berlangsung 3x dalam ½ tahun kalau di kampus ujiannya 2X dalam ½ tahun. Sistem kebut Semalam (SKS) sering dipakai untuk menghadapi ujian sewaktu SMA akan tetapi saya menyadari kalau sistem itu tidak efektif mengingat materi ujian yang diujikan sewaktu SMA dan kuliah berbeda jauh baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Kalau di SMA ujian 1 hari 1 macam kalau kuliah 1 hari bisa sampai 3 macam.

Kunjungan ke luar kampus dilakukan untuk mengaplikasikan apa yang sudah dipelajari ke dalam kehidupan, beberapa tempat yang pernah saya kunjungi untuk mengambil data dalah BPPNFI, Sekolah Imanuel, Batari School, dan Organisasi Tzu Chi. Sambutan dari tempat yang dikunjungi cukup ramah dan antusias.

Berikut ini adalah analisa proses belajar dikaitan dengan teori belajar Pavlov
Pavlov identik dengan namanya asosiasi, hal ini ditunjukkan dari beberapa hal :
• Presentasi pertama diasosiasikan dengan kritikan dari dosen sehingga timbul rasa takut, akan tetapi lama kelamaan rasa takut itu hilang dikarenakan frekuensi presentasi yang meningkat dan tidak semua presentasi disertai kritikan (ada juga pujian dari dosen). Tejadi proses extinction dari rasa takut dan counterconditioning dikarenakan presentasi dikaitkan dengan pujian bukan kritikan.
• SKS tidak selamanya bisa diterapkan dalam ujian pada saat kuliah; disini terjadi proses diskriminasi : ada saat dimana SKS masih dapat diterapkan (materi ujian sedikit dan mudah) dan tidak bisa diterapkan (materi ujian banyak dan sulit).
• Proses generalisasi terjadi ketika :
- Sewaktu melakukan presentasi filsafat ada persiapan awal yang dilakukan sehingga presentasi baik. Sampai sekarang setiap kali ada presentasi harus ada persiapan agar presentasi bisa berjalan dengan lancar.
- Ada mata kuliah tertentu yang setiap kali pertemuan pasti ada quiz, sehingga muncul respon sebelum masuk kuliah semua mahasiswa membaca materi. Jadi kalau di semester lain bertemu dosen yang sama biarpun mata kuliahnya berbeda, di benak terlintas pasti ada quiz.
- Kunjungan ke luar kampus + sambutan ramah --> sesuatu yang menyenangkan
Semua kunjungan ke luar kampus pastilah menyenangkan biarpun kemanapun tempatnya.
• Dosen killer (US) --> takut sehingga belajar (UR)
Dosen killer (US) + mata kuliah (CS) --> takut sehingga belajar (UR)
Mata kuliah (CS) --> takut sehingga belajar (CR)

Daftar Pustaka
Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). edisi ke-7. Jakarta : Kencana Prenada Mulia


Jumat, 05 Maret 2010

Paradigma Pembelajaran ; Tugas Kelompok 3

Konstruktivistik

Konstruktivistik berarti bersifat membangun. Dalam pendidikan, Konstruktivisme merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.

Kami mengambil jurnal yang isinya mengenai bagaimana guru dapat mengaplikasikan proses kontruktivis dalam proses belajar siswanya.

Quantum Learning

Quantum learning dicetuskan oleh Dr. George Lozanov. Quantum learning menggabungkan prinsip suggestology, teknik percepatan belajar dan NLP. Prinip suggestology adalah sugesti dapat mempengaruhi hasil belajar dan dapat memberikan dampak baik yang positif maupun yang negatif. Konsep percepatan belajar hampir sama dengan suggestology, percepatan belajar memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal. Neurolinguistik (NPL) adalah penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi.

Studi kasus yang kami ambil adalah yang berhubungan dengan holiday camp yang diadakan oleh Adam Khoo Learning Technology Group (AKLTG). Menurut pembahasan kelompok, pembelajaran yang dilakukan dalam camp ini sesuai dengan metode quantum learning. Di camp itu, para coaches dan trainers memberikan sugesti kepada anak-anak yang dapat memberikan dampak yang positif terhadap pembelajaran mereka, misalnya dengan mensugesti anak-anak untuk mengubah cara belajar mereka. Kemudian, anak-anak juga diajarkan bagaimana cara belajar dengan cepat dan juga menyenangkan dengan menggambar mindmap. Dan yang terakhir adalah anak-anak diajarkan bagaimana otak mengatur informasi dan mereka diajarkan teknik mengingat yang tepat.

Contextual Teaching and Learning (CTL)

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi di dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka. Proses belajar berlangsung alamiah dimana siswa yang bekerja dan mengalami. Siswa perlu mengerti makna belajar dan juga apa manfaatnya.

Kami mengambil kasus mengenai study tour yang dilakukan oleh siswa SMAN Plus ke Bali. Dalam study tour ini, siswa SMAN Plus datang dan melihat secara langsung keindahan Pulau Dewata dan juga tempat-tempat wisata yang ada disana contohnya Gunung Bromo. Guru tidak lagi memberikan keterangan kepada siswa, siswa belajar dengan mengalami dan melihat di lingkungan alamiah.

Multiple Intelligence

Gardner memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi delapan kecerdasan dasar yaitu :

1. Kecerdasan linguistik

Kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan.

2. Kecerdasan matematis-logis

Kemampuan menggunakan angka dengan baik dan juga penalaran yang benar.

3. Kecerdasan spasial

Kemampuan untuk mempersepsikan dunia spasial-visual secara akurat dan mentransformasikan persepsi tersebut.

4. Kecerdasan kinetis-jasmani

Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan dan ketrampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu.

5. Kecerdasan musikal

Kemampuan menangai bentuk musikal dengan mempersepsi, membedakan, menggubah dan mengekspresikannya.

6. Kecerdasan interpersonal

Kemampuan mempersepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan orang lain.

7. Kecerdasan intrapersonal

Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak sesuai pemahaman tersebut.

8. Kecerdasan naturalis

Keahlian memahami dan mengkategorikan flora dan fauna di lingkungan sekitar.

Dalam perkembangan penelitiannya, Gardner kemudian menambahkan kecerdasan yang ke sembilan yaitu kecerdasan eksistensial. Kecerdasan eksistensial adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kapasitas dan kemampuan.

Dalam studi kasus, kami mengambil artikel mengenai orang Yahudi. Dari pengamatan Dr. Stephen, anak Yahudi sangat cerdas. Mereka memahami tiga bahasa dan telah dilatih bermain piano dan biola sejak kecil. Pada kelas 1 sampai kelas 6 SD, mereka mempelajari matematika berbasis perniagaan. Saat sedang mengandung, para ibu bernyanyi, bermain piano, mengerjakan soal matematika dan makan makanan bergizi guna meningkatkan kecerdasan dari anak.

Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan individu dalam menggunakan emosinya secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan yang produktif dengan orang lain dan meraih keberhasilan.

Dari kasus yang kami ambil, dapat diambil kesimpulan bahwa EQ adalah suatu hal yang penting bagi semua orang dimana EQ akan berdampak kepada perkembangan anak di masa depan. Masa kecil anak adalah waktu dimana anak-anak mulai mempelajari dan mengasah EQ mereka. Jadi, orang tua harus memberikan perhatian pada perkembangan EQ anaknya karena telah ditemukan kasus bahwa orang IT memiliki EQ rendah dan itu berdampak bagi kehidupan orang itu. Memang kita belum mengetahui apakah anak kita akan menjadi IT atau tidak, tapi tidak salah bagi orang tua untuk menaruh perhatian pada hal itu.


Testimoni

Tugas online ini adalah tugas yang paling menantang buat saya.. Kenapa begitu?Soalnya tugas ini adalah tugas yang dikerjakan sampai lewat tengah malam. Pokoknya penuh perjuangan banget mulai dari wi fii di kampus hilang koneksi karena mati lampu, sampai kebingungan cara save history di gtalk. Biarpun begitu ada pelajaran yang bisa saya petik adalah " don't waste your time", buatlah apa yang bisa dibuat sekarang, jangan suka menunda. Selain itu saya mendapat pengalaman baru yaitu diskusi sambil chatting. ternyata lucu juga kalau diskusi sambil chatting. Sebagai penutup, saya mau bilang satu kata "keren" buat perkuliahan online ini. Biarpun banyak masalah akan tetapi it's still give us fun. Salut buat ide Bu Dina tentang kuliah online. Semoga di pertemuan-pertemuan berikutnya ada sesuatu yang baru lagi. Satu lagi thanks buat anggota kelompok yang mau lembur bersama untuk menyelesaikan tugas.

Referensi :

Riyanto, Yatim. (2009). Paradigma baru pembelajaran. Jakarta: Prenada.