Rabu, 10 November 2010

Teori Belajar Konstruktivistik

Sebelum membahas lebih jauh tentang konstruktivistik akan lebih baik jika kita terlebih dahulu membahas tentang pandangan konstruktivistik dengan pandangan objektivistik.
· Pandangan objektivistikà menurut pandangan ini, guru yang berperan dalam membentuk pemahaman siswa, dimana apa yang guru ajarkan, itu yang diterima oleh murid. Pengetahuan murid tersusun dari informasi yang diberikan oleh gurunya. Pandangan ini yang banyak diterapkan di sekolah pada zaman sekarang dimana murid-murid kebanyakan pasif dan hanya murni menerima apa yang dikatakan oleh gurunya.
· Pandangan konstruktivistikà pengetahuan dibentuk oleh individu (murid) sejalan dengan usaha mereka untuk memaknai pengalaman mereka. Individu akan terus membentuk, mengelaborasi dan menguji struktur mental sampai ditemukan struktur mental yang tepat. Informasi baru akan menganggu struktur kognitif yang telah terbentuk, jadi struktur kognitif harus diatur sedemikian rupa sehingga informasi baru memiliki makna. Pengetahuan yang terbentuk merupakan bagaimana konstruksi dari pengalaman manusia terhadap dunianya.
Konstruktivistik adalah suatu pandangan dimana murid aktif membentuk pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman dan tidak menerima pengetahuan secara pasif dari lingkungan. Guru pada hal ini bertindak sebagai fasilitator yang membimbing murid dalam belajar.

Tujuan belajar konstruktivistik
Penekanannya pada : “belajar dalam konteks” maksudnya konteks dimana aktivitas yang kita lakukan bermakna. Belajar adalah proses dinamis yang dihasilkan dari melakukan suatu aktivitas dalam situasi tertentu. Aktivitas berpikir merupakan tujuan utama dari konstruktivistik. Menurut pendekatan ini, tujuan dari pendidikan adalah mengupayakan agar proses retensi, memahami dan penggunaan aktif dari pengetahuan dan kemampuan. Selain itu, dibutuhkan kemampuan tertentu dalam mempelajari sesuatu, paling tidak murid sudah memiliki skill sebelumnya dalam mempelajari hal-hal yang baru. Guru dapat membantu melalui : melatih individu yang tidak punya kemampuan itu, membantu siswa dalam mengidentifikasi skill yang perlu dipelajari. Ketika anak memiliki skill yang diperlukan, tiba saatnya untuk memperbolehkan murid untuk mencari lingkungan yang dapat membantu mereka lebih efisien dalam menguasai informasi yang ada.

Kondisi belajar (Konstruktivistik)
1. Lingkungan belajar yang kompleks
Tugas yang terlalu mudah akan menghambat anak belajar bagaimana memecahkan masalah yang lebih kompleks, oleh karena itu situasi belajar perlu dibuat kompleks. Lingkungan belajar harus bisa menantang individu untuk mengkonstruksi model yang lebih baik atau paling tidak mempertimbangkan alternatif yang diberikan guru.
Perkins mengajukan :
construction kits” = merakit dari konsep yg konkret sampai dengan yang abstrak.
phenomenaria” = berupa simulasi games dan microworld berbasis komputer yang memperbolekan siswa mempelajari fenomena dan memanipulasi konsep dan asumsi dari fenomena tersebut.
2. Negosiasi sosial
Struktur mental berkembang melalui interaksi sosial. Salah satu caranya bisa dilakukan dengan kolaborasi. Kolaborasi bukan hanya sekedar mengajak murid untuk bekerja sama atau saling berbagi pengetahuan mereka. Melainkan, kolaborasi menghasilkan insight dan solusi, selain itu dengan teknik ini individu dapat belajar memahami perspektif orang lain daripada hanya memahami perspektif sendiri.
3. Juxtaposition of instructional content
Ketika kita tetap menggunakan satu strategi untuk menyelesaikan situasi yang berbeda, akan timbul hambatan dalam proses belajar. Salah satu cara untuk mencegah itu adalah melihat satu hal dari berbagai perspektif atau sudut pandang, tujuan akhir : mencapai goal dari advanced knowledge acquisition. Inilah pengertian dari juxtaposition ( melihat satu hal dari berbagai perspektif), selain itu kita juga bisa melihat satu hal dari berbagai model penyajian informasi (auditori, visual atau rabaan)
4. Nurturance of reflexivity
Kata kunci di sini adalah aware/sadar akan bagaimana struktur dan proses belajar terjadi., dengan reflexivity, sikap kritis muncul dalam pembelajar (sikap yang mendorong mereka untuk aware tentang bagaimana dan struktur kognitif apa yang menciptakan makna dari suatu hal). Ketika seseorang sadar akan struktur kognitif maka dia dapat mengeksplorasi lebih luas kira-kira apa hasil dari alternatif yang tersedia.
5. Student-Centered Instruction
Anak yang menentukan bagaimana dan apa strategi yang hendak diterapkan dalam proses belajarnya .Jika anak tidak mampu untuk melakukannya, maka guru adalah orang yang dapat membantu mereka dalam menemukan strategi belajar yang tepat (contoh : scaffolding)

Metode
· Microworlds = program yang memperbolehkan siswa untuk mengeksplorasi dan menemukan, di dalam program tersedia poin yang dapat disesuaikan dengan pembelajar, contoh : science vision adalah program komputer yang memperbolehkan siswa untuk melakukan eksprimen scientific yang biasanya dilarang dilakukan oleh anak seusia mereka karena berbahaya.
· Hypermedia design = beragam informasi tercantum dalam program ini yang memudahkan pembelajar untuk mencari jenis informasi yang mereka inginkan.
· Cognitive apprenticeships = siswa melakukan magang mengenai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan kognitif tertentu, agar mereka memiliki kesempatan untuk mempraktekan pengetahuan yang mereka pelajari di sekolah
· Collaborative learning dapat ditemukan pada Computer-based tool , contoh : Open software merupakan program yang dengan mudah dapat diadaptasi sesuai kebutuhan pengguna, malalui bubble dialogue anak akan menuangkan apa yang terdapat dalam pemikiran mereka.

Kelebihan pembelajaran secara konstruktivisme :
1. Berpikir --> murid secara aktif berpikir ketika hendak meyelesaikan masalah yang dihadapi,mencari ide,dan mengambil keputusan.
2. Pemahaman --> Pemahaman murid tentang sesuatu konsep dan ide lebih jelas apabila mereka terlibat secara langsung dalam pembinaan pengetahuan baru. Seorang murid yang memahami apa yang dipelajari akan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang baru dalam kehidupan dan situasi baru
3. Ingat --> dengan memahami suatu konsep, akan mudah bagi siswa untuk mengingat konsep itu karena murid secara aktif mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Yakin --> Murid yang belajar secara konstruktivisme diberi peluang untuk membina sendiri pemahaman mereka tentang sesuatu, hal ini menjadikan mereka lebih yakin kepada diri sendiri dan berani menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru
5. Kemampuan sosial --> Dengan kemampuan sosial yang baik, anak akan mampu menghadapi masalah di sekitar mereka. Hal inilah yang dibina di dalam kelas melalui interaksi antara murid dengan murid atau murid dengan guru.

Referensi
Driscoll, Marcy P. 1994. Psychology of Learning for Instruction. Boston : Allyn and Bacon
http://www.docstoc.com/docs/downloadDoc.aspx?doc_id=22503694 (Pembelajaran secara konstruktivisme, akses 10 November 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar