Kamis, 12 Januari 2012

UAS 2011/2012

10 komentar:

  1. 1.Apa yang dapat anda jelaskan sehungan dengan a function group. Lalu beri penjelasan berkaitan dengan situasi grup anda dalam menyelesaikan tugas observasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. A functional group (kelompok fungsional) adalah suatu kumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, berinteraksi dan berkomunikasi secara intensif satu sama lain pada waktu berkumpul, saling tergantung dalam proses bekerja sama, dan mendapat kepuasan pribadi dari interaksi psikologis dengan seluruh anggota yang tergabung dalam kumpulan itu.
      Kelompok tersebut dapat bersifat task-centered group ketika tujuan yang ingin dicapai kelompok dapat menyangkut sesuatu yang secara tidak langsung berkaitan dengan kehidupan batin anggota kelompok atau bersifat growth-centered group ketika tujuan yang ingin dicapai kelompok dapat menyangkut sesuatu yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan batin anggota kelompok, misalnya : meningkatkan kemampuan komunikasi. Sebenarnya kedua jenis kelompok ini saling berkaitan satu sama lain.
      Ditinjau dari aktivitas yang dilakukan kelompok, ada yang disebut dimensi isi dan dimensi proses. Dimensi isi menekankan pada apa yang menjadi fokus perhatian kelompok sedangkan dimensi proses menekankan pada bagaimana caranya isi ditangani. Komponen dasar dalam proses : (1) struktur organisasi dan tujuan dibentuknya kelompok, (2) interaksi dan komunikasi antar peserta/anggota kelompok, (3) keterpaduan dan kebersamaan sebagai satuan yang saling terikat (cohesion), (4) gerak maju atau langkah-langkah yang ditempuh kelompok untuk sampai pada sasaran, dan (5) kepemipinan.


      Situasi grup dalam menyelesaikan tugas observasi.

      Grup observasi kami dapat dikatakan kelompok fungsional ketika ditinjau dari definisi kelompok fungsional yang mengandung beberapa elemen :
      1. sekumpulan orang : grup observasi kami terdiri dari lima orang.
      2. memiliki tujuan bersama : grup observasi kami memiliki tujuan bersama yaitu menyelesaikan laporan observasi dengan cara melakukan kunjungan ke sekolah dan menyusun laporan bersama.
      3. Berinteraksi dan berkomunikasi secara intensif satu sama lain pada waktu berkumpul : grup menenetukan waktu untuk diskusi bersama. Sewaktu berkumpul untuk diskusi, semua anggota grup secara bergantian mengemukakan pendapat mereka mengenai apa yang akan ditulis di laporan, hal ini bertujuan agar kami semua memiliki pemahaman yang serupa mengenai isi laporan.
      3. saling tergantung dalam proses bekerja sama : dikarenakan waktu yang terlalu singkat untuk membuat laporan dan masing-masing anggota memiliki tanggung jawab di tugas mata kuliah lain, maka ada pembagian tugas dimana ada yang menjadi editor, ada yang mengerjakan teori, dan ada yang mengerjakan hasil observasi dan wawancara di lapangan. Kemudian kami semua duduk bersama, dan saling bertukar pikiran mengenai kaitan antara teori dengan hasil di lapangan. Kami dapat bekerja secara maksimal ketika semua bagian telah selesai.
      4. mendapat kepuasan pribadi dari interaksi psikologis dengan seluruh anggota yang tergabung dalam kumpulan itu : terkadang di sela diskusi laporan observasi, kami saling bercanda dan berbagi cerita sehingga setiap anggota tidak merasa stress sewaktu mengerjakan tugas.

      Hapus
  2. Kelompok bersifat growth-centered group karena biarpun tujuan utama grup observasi adalah untuk menyelesaikan laporan observasi, namun secara tidak langsung tujuan dosen membentuk grup observasi bukan hanya untuk menyelesaikan tugas observasi melainkan bagaimana kami bisa belajar saling menghargai satu sama lain dan bekerja sama di dalam suatu grup.

    Ditinjau dari aktivitas kelompok, maka :
    - Dimensi isi : laporan observasi
    - Dimensi proses : bagaimana cara kami menyelesaikan laporan observasi, dengan :
    (1) ada seorang anggota kelompok yang membuat pembagian tugas, kemudian dia memberitahu anggota yang lain mengenai tugas masing-masing dan semua anggota menyelesaikan tugas sesuai deadline yang diberikan. Ada anggota lain yang ditunjuk sebagai editor yang mengedit laporan dan memberikan deadline kepada anggota yang lain.
    (2) Setelah semua anggota menyelesaikan tugas masing-masing, mereka diwajibkan memberitahu editor via sms, dan ketika editor telah mengirimkan data hasil editan ke anggota yang lain, dia juga wajib memberitahukan ke anggota yang lain via sms. Dengan begitu, komunikasi di dalam kelompok tetap terjaga.
    (3) setelah setiap anggota kelompok menyelesaikan bagian masing-masing, kami menentukan satu hari untuk duduk dan diskusi bersama mengenai hasil kerja masing-masing anggota dan bersama-sama memperbaiki bagian yang masih kurang. Semua orang berusaha datang tepat pada waktu dan kami berusaha memahami dan menghargai perbedaan pendapat yang ada. Dengan begitu, keterpaduan dan kebersamaan dapat terjaga.
    (4) Langkah-langkah dalam menyelesaikan laporan : pembagian tugas, diskusi, dan finishing laporan.
    (5) di dalam kelompok kami, tetap ada seseorang yang lebih mengatur pembagian tugas, waktu diskusi, akan tetapi kami menganggap tugas observasi ini adalah tanggungjawab kelompok bukan tanggungjawab satu orang sehingga kami saling membantu dan tidak membebankan tugas hanya di satu orang.

    Terima kasih

    BalasHapus
  3. 2. Lalu sekarang uraikan dengan detail ; saat diskusi dosen dengan kelompok anda, teori konseling manakah yang dapat digunakan untuk menjelaskan prosesnya? Berikan alasannya juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebelumnya terima kasih bu untuk soal kedua.
      Diskusi kelompok kami dengan dosen sebenarnya lebih membahas laporan observasi kelompok dan hasil UTS.

      Menurut saya, sewaktu kita berbicara proses maka tidak terlepas dari pendekatan konseling maka teori konseling yang dapat dikaitkan dengan proses diskusi adalah client-centered counseling. Client-centered counseling ini dipelopori oleh Carl Rogers yang dulunya dikenal dengan istilah konseling nondirektif. Nondirektif yang berarti bahwa konselor dalam hal ini bertindak sebagai "fasilitator" dan tidak begitu menuntut konseli untuk mengikuti segala perintah konselor. Konseling ini didasarkan atas keyakinan bahwa manusia memiliki hak atas diri sendiri dan mandiri sehingga di dalam proses konseling, konselor berusaha untuk membantu konseli agar tersadar dengan masalah mereka dan mampu memecahkan masalah mereka dengan kemampuan mereka sendiri. Masalah timbul ketika adanya kesenjangan antara ideal self dengan real self. Ketika seseorang tidak menyadari telah terjadi kesenjangan yang cukup jauh dari ideal self dengan real self maka hal tersebut membuat dia hidup di dalam dunia "fantasi". Dalam proses konseling, perhatian konseli dipusatkan pada keadaan sekarang tanpa menggali sejarah yang ada di masa lampau.

      Untuk memudahkan proses konseling, konselor perlu menciptakan beberapa kondisi diantaranya : menunjukkan penerimaan dan penghargaan tanpa syarat (unconditional positive regard); pemahaman terhadap apa yang diungkapkan oleh konseli sesuai dengan kerangka acuan konseli sendiri (phenomenal field); seolah-olah konselor mengenakan kepribadian konseli (emphatic understanding); penerimaan, penghargaan, dan pemahaman itu dapat dikomunikasikan kepada konseli dalam suasana interaksi pribadi yang mendalam, sehingga konseli merasakan semua itu sungguh-sungguh ada; kejujuran, keikhlasan, dan keterbukaan mengenai apa yang dihayati oleh konselor sendiri tentang konseli (counselor congruence). Pendekatan ini mengandung unsur positif, seperti : tekanannya pada peranan konseli sendiri sebagai pihak yang akhirnya menentukan keberhasilan atau kegagalan proses konseling, kebebasan yang diberikan kepada konseli untuk menentukan apa yang akan diubahnya pada diri sendiri, pentingnya hubungan antarpribadi dalam proses konseling, pentingnya konsep diri, dan keharusan konselor untuk menunjukkan sikap penuh pemahaman dan penerimaan.

      Kaitan antara teori konseling dengan proses diskusi dengan dosen
      Menurut saya, proses client-centered counseling dapat dipakai dalam proses diskusi ini karena biarpun proses konseling ini dilakukan antara kelompok (yang berjumlah 5 orang) dengan dosen, namun di dalam prosesnya dosen berusaha untuk memberi kesempatan kepada setiap orang untuk menjawab pertanyaan secara begantian, dan kelompok dilihat sebagai satu kesatuan (5 menjadi 1)karena dosen berusaha untuk mengconfirm bahwa semua orang setuju dengan apa yang diucapkan oleh teman-teman satu kelompoknya.

      Teori client centered yang berpusat pada konseli sebagai kunci di dalam proses konseling dan konselor bertugas untuk menyadarkan konseli mengenai kondisinya saat ini dan membuat konseli sadar akan jalan keluar terhadap masalahnya. Di dalam proses diskusi, dosen kami lebih banyak menggunakan pertanyaan yang ditujukan untuk memicu kesadaran kami akan hasil tugas dan nilai UTS. Pertanyaan yang diajukan berupa open-ended question dan memberi kesempatan kami untuk berpikir sejenak "kenapa bisa seperti itu?", seperti : "menurut kalian, kenapa nilai hasil laporan kalian bisa dapat 75?", "Saya lihat laporan kalian memiliki kelebihan, menurut kalian apa yang menjadi kelebihan laporan kami?"

      Hapus
    2. Masalah timbul ketika adanya kesenjangan antara ideal self dengan real self, dan seseorang perlu menyadari akan hal tersebut. Dosen berusaha untuk mengevaluasi apakah kami merasa puas tidak dengan hasil UTS yang telah kami dapatkan, mungkin bagi sebagian teman-teman ada yang merasa bahwa kenapa nilai UTS tidak sesuai dengan usaha (ideal: dapat nilai min 80, tapi real : dapat nilai 70). Dosen berusaha agar ketika kesenjangan itu muncul, kesenjangan tersebut digunakan sebagai pelajaran untuk mengkoreksi diri untuk lebih baik ke depannya dan mencegah agar kesenjangan itu tidak memunculkan masalah (misalnya : motivasi belajar yang menurun).

      Untuk memudahkan proses konseling, konselor perlu menciptakan beberapa kondisi dan kondisi tersebut juga ditunjukkan oleh dosen selama proses diskusi diantaranya :
      1. menunjukkan penerimaan dan penghargaan tanpa syarat (unconditional positive regard), hal ini tampak dari perlakuan dosen yang berusaha melibatkan kami semua di dalam proses diskusi dan menghargai pendapat yang kami utarakan.
      2. seolah-olah konselor mengenakan kepribadian konseli (emphatic understanding), hal ini tampak dari sewaktu kami berusaha menjelaskan kenapa hasil laporan kami bisa seperti itu, dosen menunjukkan gerakan nonverbal, seperti menganggukkan kepala, hal ini menunjukkan kepada kami bahwa dosen berusaha untuk memahami kondisi kami.
      3. kejujuran, keikhlasan, dan keterbukaan mengenai apa yang dihayati oleh konselor sendiri tentang konseli (counselor congruence), dimana dosen ingin menyampaikan pesan bahwa beliau ingin kami dapat berusaha lebih baik lagi di dalam UAS kami. Seandainya dosen tidak melakukan diskusi dengan kami maka hasil ujian yang dipost di group di facebook,hanya akan menjadi angin lalu bagi mahasiswa tanpa adanya usaha untuk memperbaiki diri untuk lebih baik ke depannya. Diskusi ini juga merupakan salah satu bentuk kepeduliaan dosen dengan mahasiswa.

      Pendekatan ini mengandung unsur positif, seperti : tekanannya pada peranan konseli sendiri sebagai pihak yang akhirnya menentukan keberhasilan atau kegagalan proses konseling (sama seperti diskusi yang terjadi antara dosen dengan kelompok kami, proses diskusi tersebut dapat dikatakan bermanfaat atau tidak, semuanya kembali kepada kelompok apakah kelompok mau mengintropeksi diri dan berusaha untuk menginternalisasi hasil diskusi) , kebebasan yang diberikan kepada konseli untuk menentukan apa yang akan diubahnya pada diri sendiri (sewaktu diskusi, dosen tidak menuntut kami mengenai apa yang harus kami lakukan agar kami bisa mendapatkan nilai UAS yang baik, melainkan kami hanya diberi kesadaran mengenai nilai UTS dengan harapan kami bisa berusaha lebih baik agar nilai UAS akan lebih baik), dan keharusan konselor untuk menunjukkan sikap penuh pemahaman dan penerimaan (hal ini tampak dari bahasa nonverbal dosen, seperti menganggukkan kepala, kontak mata yang merata dengan seluruh anggota kelompok, tersenyum, hal ini membuat kami merasa dosen sangat mengerti dan menerima kondisi kami).

      Terima kasih

      Daftar pustaka untuk jawaban soal pertama dan kedua diambil dari :
      Winkel, W.S. (2010). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

      Hapus
  4. 3. Sekarang, anggaplah diri anda seorang konselor pendidikan tinggi. Lepaskan atribut anda sebagai anggota kelompok. Apakah yang anda lakukan pada kelompok anda? (gunakan minimal 2 pembahasan teori).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sebelumya bu untuk soal ketiga.

      Jika saya sebagai konselor,saya akan menggunakan pendekatan client-centered therapy dan behavioristik terhadap kelompok saya.
      Hal ini saya lakukan karena jika ditinjau kembali dari hasil laporan observasi kelompok, masih tampak kalau tujuan kelompok hanya menyelesaikan laporan tanpa berusaha untuk menaruh effort lebih pada tugas tersebut, akibatnya laporan memang selesai tepat pada waktunya namun dari hasil laporan tampak masih banyak kekurangan, seperti : tidak ada daftar isi, bagian pembahasan yang kurang kritis, dan kekurangan lainnya. Dari sana tampak kalau kelompok kurang memaksimalkan effort masing-masing. Jika saya sebagai konselor, saya akan menanyakan pada masing-masing anggota sebenarnya apa motivasi mereka ketika menyelesaikan tugas ini dan motivasi mereka dalam mengambil mata kuliah Bimbingan Konseling. Bisa saja mereka mengambil mata kuliah ini hanya sekedar untuk memenuhi beban kuliah 2 sks tanpa sadar betapa kayanya mata kuliah ini dengan segudang informasi yang dapat digunakan di masa depan (dunia kerja). Ketika mereka memiliki asumsi seperti itu maka usaha mereka akan kurang maksimal dalam mengerjakan apapun tugas yang diberikan di mata kuliah ini. Tujuannya saya ingin membantu kelompok sadar akan pentingnya mata kuliah ini, berusaha maksimal dalam menyelesaikan segala tugas dalam mata kuliah ini, dan juga menyadarkan mereka akan pentingnya mata kuliah ini. Ketika mereka sadar akan pentingnya mata kuliah ini, maka secara tidak langsung mereka akan mengubah perilaku mereka. Karena saya melihat setiap anggota memiliki potensi dan saya yakin mereka mampu jika mereka mau berusaha. Hal ini sejalan dengan pendekatan client-centered yang berusaha agar klien menyadari akan bagaimana dirinya sendiri sehingga klien dapat berubah. Pendekatan ini baik untuk diterapkan pada kelompok karena kelompok adalah mahasiswa dan sudah seharusnya mereka belajar agar lebih mandiri dan dapat lebih bertanggung jawab terhadap segala tindakan mereka. Pendekatan ini memberi kesempatan bagi kelompok (mahasiswa) untuk merefleksi ke dirinya masing-masing.

      Hapus
    2. Pendekatan behavioristik dipilih karena menurut saya, ada perilaku kelompok yang perlu diubah yaitu kelompok memiliki kecenderungan untuk menyelesaikan tugas pada saat-saat genting. Perilaku ini mungkin bukan hanya masalah kelompok ini melainkan pada semua mahasiswa. "Besok dikumpul, hari ini baru mau mengerjakan.", padahal mungkin saja tugas itu telah diberikan beberapa minggu yang lalu. Sesuai dengan teori behavioristik yang menyatakan bahwa perilaku muncul dari hubungan antara :
      A-B-C
      dimana A [Antecedent] adalah kejadian yang mendahului behavior, B [behavior], dan C [consequence] adalah segala efek yang mengikuti atau berlangsung sesudah behavior.

      Awalnya, saya akan mencari tahu antecedent [A] (apa yang memicu perilaku menyelesaikan tugas dekat deadline muncul) dan consequence [C] (apa yang terjadi setelah mereka menyelesaikan tugas dekat deadline).
      Asumsi saya :
      A [Antecedent] = kebiasaan menunda tugas dan bersantai
      B [behavior] = perilaku menyelesaikan tugas dekat deadline
      C [consequence] = tugas selesai tepat waktu dan nilai cukup
      Karena konsekuensi yang dihasilkan cukup positif sehingga mereka mendapatkan penguatan dari konsekuensi itu, hal ini mengakibatkan perilaku menyelesaikan tugas dekat deadline diulang dan menjadi kebiasaan.

      Perubahan dalam perilaku itu harus diusahakan melalui suatu proses belajar (learning) atau belajar kembali (relearning), yang berlangsung selama proses konseling. Konselor ingin berusaha membuat kelompok mempelajari perilaku yang tepat yaitu perilaku menyelesaikan tugas jauh dari deadline melalui teknik tertentu. Salah satu teknik yang dapat dilakukan adalah dengan membuat sebuah kartu tugas. Kartu ini akan diberikan kepada anggota kelompok dimana kartu ini berfungsi sebagai laporan bagi konselor sejauh mana perkembangan kelompok dalam mengubah perilaku mengerjakan tugas dekat deadline. Kartu ini akan diisi oleh dosen yang mengampu mata kuliah yang diambil oleh kelompok, ketika kelompok berhasil mengumpulkan tugas sebelum deadline kepada dosen, maka dosen akan memberikan sebuah paraf di kartu tersebut. Semakin banyak paraf yang dikumpulkan, maka kelompok akan mendapatkan reward tertentu dari konselor. Kartu tugas akan dievaluasi setiap bulannya. Kesepakatan mengenai reward dan berapa banyak paraf dosen yang harus dikumpul akan didiskusikan antara konselor dengan kelompok. Konselor akan mengkomunikasikan program ini kepada seluruh dosen dan kartu ini berlaku selama 1 semester.
      Harapan yang hendak dicapai yaitu kelompok dapat mengurangi perilaku menyelesaikan tugas dekat deadline.

      Terima kasih

      Daftar Pustaka
      Winkel, W.S. (2010). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

      Hapus