Rabu, 11 Januari 2012

Pendekatan Konseling (Bimbingan dan Konseling 4)


Pendekatan merupakan elemen penting di dalam proses konseling dikarenakan pendekatan yang dipilih oleh konselor dalam menangani suatu kasus berpengaruh terhadap output dari suatu proses konseling. Ada 5 pendekatan konseling yaitu (Winkel ,2010) :

1. Client-centered counseling

Konseling ini dipelopori oleh Carl Rogers yang dulunya dikenal dengan istilah konseling nondirektif. Konseling ini didasarkan atas keyakinan bahwa manusia memiliki hak atas diri sendiri dan mandiri sehingga di dalam proses konseling, konselor berusaha untuk membantu konseli agar tersadar dengan masalah mereka dan mampu memecahkan masalah mereka dengan kemampuan mereka sendiri. Fokus utama : perubahan dalam perilaku dengan mengubah cara orang berperasaan tentang diri sendiri. Konseli berperan penting di dalam proses konseling.

2. Trait-factor counseling
Pelopor pendekatan konseling ini adalah E.G. Williamson. Pendekatan ini juga dikenal dengan istilah konseling directive atau counselor-centered counseling. Berlawanan dengan pendekatan client-centered counseling, pendekatan ini lebih berfokus pada peran konselor dalam membimbing konseli agar masalah konseli dapat teratasi.
Konseling didasarkan atas keyakinan bahwa setiap individu memiliki trait tertentu dan setiap pekerjaan memiliki kualifikasi kepribadian (trait) tertentu. Konseling ini terkadang menggunakan tes psikologis untuk menganalisis atau mendiagnosa seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam memangku jabatan dan mengikuti suatu program studi. Pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam membantu siswa menentukan jurusan atau studi tertentu.

3.Konseling behavioristik
Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh John D. Krumboltz (1964) yang menyatakan bahwa konseling diharapkan menghasilkan perubahan yang nyata dalam perilaku konseli. Perubahan dalam perilaku itu harus diusahakan melalui suatu proses belajar (learning) atau belajar kembali (relearning), yang berlangsung selama proses konseling. Seseorang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri (adjustment) dikarenakan orang itu telah belajar bertingkah laku yang salah. Tujuan dari proses konseling adalah mengubah perilaku bermasalah dengan belajar perilaku yang tepat. Masalah yang diungkapkan oleh konseli berupa B, sehingga konselor mengajak konseli mengidentifikasi A dan C yang belum diketahui (A : kejadian yang mendahului suatu perilaku dan C : efek positif apa yang diperoleh dari melakukan suatu perilaku).
A-B-C
Antecedent - Behavior - Consequences

4. Rational-emotive therapy
Pendekatan konseling ini menekankan pada kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat (rational thinking), berperasaan (emoting), dan berprilaku (acting), yang juga menyatakan bahwa perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berprilaku. Fokus utama dari pendekatan ini adalah bagaimana mengubah pikiran irasional menjadi rasional dikarenakan masalah konseli timbul akibat keyakinan-keyakinan yang irasional, yang akhirnya menimbulkan reaksi perasaan yang tidak wajar dan tingkah laku yang tidak sesuai. Salah satu bentuk pikiran irasional adalah "keharusan", contoh : individu merasa bahwa dia harus berhasil dalam segala-galanya dan disayangi oleh semua orang, kalau tidak dia merasa bersalah. Konselor RET memusatkan perhatiannya pada masa sekarang dan tidak begitu mempedulikan apa yang terjadi di masa yang lampau.
Konselor menggunakan pola :
A-B-C-D-E
Activating Event/Activating Experiences - Belief - Consequence - Dispute - Effects
A = kejadian atau orang
B = bisa berupa keyakinan rasional atau irasional
C = reaksi emosional atau perilaku yang muncul tergantung dari bagaimana B mendefinisikan A
D = Konselor berusaha meluruskan cara pandang konseli dengan menjelaskan bahwa C terjadi karena keyakinan irasionalnya terhadap A
E = perubahan cara pandang konseli terhadap A.

5. Konseling eklektik
Konseling eklektik merupakan konseling yang menerapkan beberapa pendekatan konseling. Konselor yang berpegang pada konseling eklektik berpendapat bahwa mengikuti satu orientasi teoritis serta menerapkan satu pendekatan saja terlalu membatasi ruang gerak konselor; sehingga mereka ingin menggunakan variasi dalam pendekatan dengan tujuan agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing konseli dan ciri khas masalah yang dihadapi. Menurut Thorne, konseling eklektik cocok untuk diterapkan kepada orang-orang normal, yaitu tidak menunjukkan suatu gejala kelainan dalam kepribadiannya atau gangguan kesehatan mental yang berat.

Daftar Pustaka
Winkel, W.S. (2010). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar