Kamis, 19 Januari 2012

Motivational Quotes

I found some good motivational quotes that i wanna share with my friends, hopefully it can be useful for all of us.

The greatest mistake you can make in life is to continually be afraid you will make one.
-Elbert Hubbard

The average person tells 4 lies a day or 1460 a year; a total of 87.600 by the age 60. And the most common lie is : I'm fine.

There's a difference between interest and commitment.
When you're interested in doing something, you do it only when it's convenient.
When you're committed to something, you accept no excuses; only results.
- Kenneth Blanchard

A journey of a thousand miles begins with a single step.
-Lao Tzu

Live with the 3 E's... Energy, Enthusiasm, Empathy, and the 3 F's... Faith, Family, Friends.

Life isn't about finding yourself. Life is about creating yourself.

It's hard to beat a person that never gives up.
-Babe Ruth

Winners don't Quit. That's why they win.
-Mike Brescia

(Dikutip dari berbagai sumber)

Bimbingan dan konseling di sekolah (Bimbingan dan konseling 6)

Kebutuhan akan Bimbingan

Mulanya bimbingan dipusatkan untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan, terutama pemilihan pekerjaan bagi orang-orang muda. Tujuannya adalah untuk menurunkan kenakalan remaja dimana banyak remaja putus sekolah yang tidak mampu memanfaatkan waktu luang mereka sehingga mengisinya dengan melakukan kenakalan.

Dalam kenyataan, tujuan akhirnya bukan hanya mengarahkan remaja untuk mencari pekerjaan tetapi membantu mereka untuk dapat membuat pilihan yang bijaksana, yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing. Pilihan inilah yang diharapkan dapat mengarah pada didapatkannya kehidupan yang memuaskan mereka dan yang berdaya-guna bagi masyarakat.

Bimbingan dibutuhkan pada saat keputusan untuk menentukan pilihan yang harus dilaksanakan karena :

1. telah dijelaskan dalam pengertian bahwa bimbingan merupakan bantuan untuk membuat keputusan yang bijaksana mengenai pilihan.

2. bila tidak ada pilihan, bimbingan diperlukan untuk membantu individu memahami dan menerima situasi tanpa pilihan ini.

3. bimbingan diperlukan ketika orang tidak sadar bahwa ia masih mempunyai pilihan lain.

4. bimbingan diperlukan pada saat seseorang dalam keadaan tidak optimal untuk membuat keputusan.

Bimbingan tidak hanya diberikan pada masa-masa krisis dengan anggapan tujuan bimbingan tidak hanya menyembuhkan luka atau prevensi, tetapi bimbingan juga mengarahkan agar perkembangan individu mencapai taraf seoptimal mungkin.

Tujuan

Tujuan bimbingan dan konseling tidak hanya remedial, tetapi lebih menekankan peningkatan perkembangan dan penyesuaian diri sebagai sarana preventif. Perbedaan ketiga tujuan tersebut adalah sebagai berikut ini :

1. Tujuan remedial adalah tujuan yang diarahkan agar siswa berfungsi pada tingkat normal menurut kelompok dan budayanya. Misalnya, seseorang yang terlalu cemas menghadapi suatu situasi dianggap perlu mendapatkan bantuan pelayanan.

2. Tujuan yang sifatnya peningkatan perkembangan memusatkan perhatian untuk membantu siswa mencapai kemampuan psikologis semaksimal mungkin sesuai tingkat perkembangan pada usianya dimana telah dipahami bahwa periode perkembangan tertentu menuntut tercapainya tugas-tugas tertentu. Misalnya tugas perkembangan menurut Erickson.

3. Tujuan preventif pada dasarnya adalah usaha mengurangi kebutuhan untuk intervensi konseling remedial. Tercapainya tujuan ini dapat menghemat tenaga, waktu dan dana yang diperlukan untuk intervensi remedial. Misalnya, adanya latihan pengembangan diri bagi murid dapat mencegah keonaran akibat konflik antar siswa maupun antar siswa dengan guru.

Sikap dan keterampilan konselor

Kepribadian konselor bukanlah hal yang penting melainkan bagaimana sikap dan keterampilan konselor dalam konseling. Ada beberapa gambaran mengenai sikap dan keterampilan konselor :

1. Perilaku yang mengandung Etika --> konselor yang menunjukkan perilaku menjaga rahasia memperlihatkan sikap professional terhadap pekerjaannya dan berprilaku yang menganut etika.

2. Fleksibilitas --> Konselor harus waspada pada perubahan sikap siswa dan harapan siswa terhadap dirinya.

3. Kompetensi intelektual --> Keterampilan konselor dibangun berdasarkan pemahaman mengenai perilaku manusia, pemikiran yang perseptif, dan kemampuan untuk mengintegrasikan kejadian sekarang dengan latihan dan pengalaman pada masa lalu. Kemampuan berpikir sistematis dan logis terbukti penting untuk membantu siswa merumuskan sasaran, menempatkan kejadian pada perspektif yang tepat, mempertimbangkan alternatif, dan mengukur keberhasilan konseling.

4. Penerimaan --> Brammer dan Shostrom (1977) menyarankan agar konselor melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan penerimaan terhadap siswa, dengan cara : menganggap siswa sebagai manusia yang berharga dan berkehormatan, menerima hak siswa untuk membuat keputusan bagi diri siswa sendiri, percaya bahwa siswa memiliki potensi untuk memilih dengan bijaksana, dan memahami bahwa siswa bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.

5. Pengertian --> Siswa merasa dimengerti jika komunikasi dengan konselor pada tingkat perasaan, dan konselor menunjukkan bahwa ia mengerti dunia siswa dan mempersepsikan keraguan atau harapan seperti yang dirasakan oleh siswa tersebut. Komunikasi dapat bersifat verbal dan nonverbal. Konselor yang pengertian dapat membantu siswa untuk : merumuskan sasaran, membebaskan pikiran siswa agar dapat mengeksplorasi aspek-aspek masalahnya yang belum tergali olehnya, merumuskan alternatif-alternatif, mengubah atau belajar perilaku tertentu, dan memperkirakan akibat-akibat yang mungkin akan terjadi.

6. Kepekaan --> Konselor hendaknya jujur dan tulus dalam sikapnya dikarenakan siswa sangat peka terutama terhadap tipuan-tipuan ringan dalam berbincang-bincang.

Daftar Pustaka
Sukadji, Soetarlinah.2000. Psikologi Pendidikan & Psikologi Sekolah. Depok : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Fakta menarik seputar kuliah BK

Setelah menjalani mata kuliah BK selama 1 semester, ada beberapa fakta menarik dari mata kuliah ini :
1. Mahasiswa masuk kelas mendekati jam 3 sore. Hanya beberapa dari kita yang datang lebih cepat dari jam 3. Akan tetapi, ketika dosen mengundang tamu dari luar, semua mahasiswa datang sebelum jam 3 (tepat waktu).
2. Mata kuliah BK bisa dibilang benar-benar memanfaatkan e-learning karena memiliki group facebook dan blog.
3. Diskusi via online dengan konselor pernah terjadi di mata kuliah BK.
4. Hampir semua mata kuliah pilihan di departemen psikologi pendidikan melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah tertentu termasuk mata kuliah BK.
5. Dosen BK selalu berusaha untuk memahami situasi dan kondisi dari mahasiswa dengan melakukan pendekatan kepada mahasiswanya.

Minggu, 15 Januari 2012

Testimoni

Hal pertama yang ingin saya ucapkan adalah terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua dosen yang mengajar di mata kuliah bimbingan dan konseling sekolah. Melalui testimoni ini , saya juga ingin memberikan "two thumbs up" kepada bu Dina yang berhasil membawa perubahan yang sangat positif di dalam proses kuliah ini. Dari before mid yang lebih banyak diisi oleh presentasi kelompok sampai dengan after mid dimana suasana kuliah lebih interaktif dimulai dari kehadiran kak Ganda, diskusi online dengan konselor, praktikum konseling, dan quiz dadakan.. ^^

Saya juga ingin meminta maaf kepada bu dina karena mungkin di dalam proses kuliah ini , saya belum dapat menunjukkan performansi maksimal yang mungkin diharapkan oleh bu dina (misalnya : berani mengemukakan pendapat, dan hasil laporan yang kurang maksimal). Saya akan berusaha memperbaiki diri untuk lebih baik ke depannya.

UTS dan UAS sudah benar-benar disesuaikan dengan harapan mahasiswa, yaitu bu Dina berusaha untuk memahami kami sebagai mahasiswanya dengan memberi kesempatan kepada kami untuk mengungkapkan pendapat mengenai sistem ujian yang diharapkan. Overall, saya merasa puas dan mendapatkan banyak manfaat positif dari mata kuliah ini.

Saran untuk mata kuliah Bimbingan dan konseling
Harapannya untuk ke depannya, mata kuliah ini dapat lebih bersifat aplikatif sehingga mahasiswa memperoleh sebuah bekal yang bermanfaat untuk dibawa ke masyarakat. Bobot antara teori dan praktek disamaratakan. Karena bidang konseling merupakan salah satu peluang kerja di masa depan bagi mahasiswa psikologi.

Harapan buat teman-teman : semoga kita bisa menjadi lebih aktif ke depannya sehingga proses kuliah terasa lebih menyenangkan.


Terima kasih ^^
Winda (08-025)

Kamis, 12 Januari 2012

Rabu, 11 Januari 2012

Pelaksanaan Wawancara Konseling Individual (Bimbingan dan Konseling 5)

Pembahasan mengenai pelaksanaan wawancara konseling individual akan difokuskan pada dua topik yaitu mengenai fase-fase dalam proses konseling di sekolah dan persoalan khusus dalam konseling individu.

Fase-Fase dalam Proses Konseling di Sekolah
Menurut Winkel (2010), ada 5 fase di dalam proses konseling :
1. Pembukaan
Fase ini berfokus pada pengembangan hubungan antarpribadi (working relationship) yang baik, yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan terarah dalam wawancara konseling. Konselor dapat berbasa-basi pada fase pembukaan sehingga hubungan yang baik dapat terbentuk antara konselor dengan konseli.

2. Penjelasan masalah
Pada fase ini, konseli mengemukakan hal yang ingin dibicarakan dengan konselor, sambil mengutarakan sejumlah pikiran dan perasaan. Sambil mendengarkan, konselor berusaha untuk menentukan jenis masalah apa yang dihadapinya, karena jenis masalah akan berkaitan dengan pendekatan yang digunakan.

3. Penggalian latar belakang masalah
Fase ini dapat disebut sebagai analisis kasus. Pada fase ini, konselor menentukan pendekatan konseling seperti apa yang harus diterapkan terhadap masalah konseli. Konselor sekolah mengambil sikap eklektik, dikarenakan sistematika analisis disesuaikan dengan jenis masalah, taraf perkembangan konseli, dan pengalaman konselor dalam menerapkan pendekatan konseling tertentu.

4. Penyelesaian masalah
Berdasarkan apa yang telah digali dalam fase analisa kasus, konselor dan konseli membahas bagaimana persoalan dapat diatasi.


5. Penutup
Bilamana konseli telah merasa mantap tentang penyelesaian masalah yang ditemukan bersama dengan konselor, proses konseling dapat diakhiri. Penutupan dapat diakhiri dengan ringkasan konselor tentang jalannya proses konseling dan menegaskan kembali keputusan yang telah diambil, atau mempersilahkan konseli untuk meringkas jalannya proses konseling. Kemudian, konselor dapat memberi kata-kata semangat kepada konseli (digunakan jika ini merupakan pertemuan terakhir antara konselor dengan konseli). Konselor dan konseli dapat menentukan jadwal pertemuan berikutnya (jika ini bukan merupakan pertemuan terakhir antara konselor dengan konseli).


Persoalan Khusus dalam Konseling Individu
1. Penampungan kasus krisis
Krisis adalah suasana batin yang dialami oleh seseorang yang secara mendadak dihadapkan pada suatu masalah berat, akibat timbulnya halangan untuk mencapai suatu tujuan yang dianggap penting, atau timbulnya gangguan serius yang mengacaukan pola kehidupannya. Krisis yang tidak segera ditangani dapat mengakibatkan taraf kesehatan mental seseorang menurun dan perkembangan kepribadiannya menjadi terhambat secara serius. Konselor sebaiknya SIAP, TENANG, dan YAKIN AKAN KEMAMPUANNYA ketika berhadapan dengan kasus krisis.

2. Pengiriman ke Ahli Lain (Referral)
Hal ini terjadi apabila konselor merasa bahwa klien membutuhkan penanganan yang di luar kemampuan konselor.

3. Pengalihan sikap
Pengalihan sikap adalah pelimpahan perasaan-perasaan dan harapan-harapan tertentu kepada konselor oleh konseli (transference) atau kepada konseli oleh konselor (countertransference). Transference adalah proses dimana konseli memindahkan pada konselor berbagai perasaan sebagai ungkapan sikap yang pernah diambilnya dalam berhubungan dengan orang-orang penting dalam kehidupannya, atau mengharapkan dari konselor hal-hal tertentu yang jarang diperolehnya dari orang-orang penting dalam kehidupannya, misalnya : klien tidak mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya sehingga ia menganggap konselor sebagai orang tua dan mengharapkan kasih sayang dari konselor.
Pengalihan dapat berarah sama dimana konseli mempunyai perasaan yang sama atau mirip; dapat pula berarah sebaliknya, yaitu konseli menunjukkan sikap yang mengungkapkan perasaan yang berlawanan. Agar mampu berhadapan dengan situasi ini, konselor harus mengambil sikap MAWAS diri dan tidak terlibat jauh dalam proses pengalihan ini.
Di lain pihak, ada istilah countertransference yaitu proses dimana konselor menunjukkan reaksi-reaksi perasaan atau memiliki harapan-harapan terhadap konseli sebagai ungkapan dari sikap yang tidak tepat, misalnya : konselor yang jatuh cinta kepada konseli. Konselor harus sadar akan proses ini, melakukan refleksi diri, dan menata kembali caranya bekerja.

4. Sikap awas
Sikap awas perlu dimiliki oleh konselor ketika mereka menghadapi situasi tertentu, misalnya : stress karena kerja, sikap konseli yang melawan usaha konselor untuk memberikan bantuan, konseli yang mengalihkan topik pembicaraan selama sesi konseling, konseli yang enggan atau tidak rela untuk melakukan wawancara konseling, konseli yang mencari dukungan dari konselor untuk meneruskan sikap dan tindakan negatif terhadap orang-orang tertentu (misalnya : orang tua atau guru), perhatian berlebih konselor terhadap konseli, dan lain-lain. Situasi ini perlu disikapi secara awas, karena situasi ini merupakan jebakan yang dapat membuat konselor tidak mampu menunjukkan professionalitasnya di dalam proses konseling.

Daftar Pustaka
Winkel, W.S. (2010). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Pendekatan Konseling (Bimbingan dan Konseling 4)


Pendekatan merupakan elemen penting di dalam proses konseling dikarenakan pendekatan yang dipilih oleh konselor dalam menangani suatu kasus berpengaruh terhadap output dari suatu proses konseling. Ada 5 pendekatan konseling yaitu (Winkel ,2010) :

1. Client-centered counseling

Konseling ini dipelopori oleh Carl Rogers yang dulunya dikenal dengan istilah konseling nondirektif. Konseling ini didasarkan atas keyakinan bahwa manusia memiliki hak atas diri sendiri dan mandiri sehingga di dalam proses konseling, konselor berusaha untuk membantu konseli agar tersadar dengan masalah mereka dan mampu memecahkan masalah mereka dengan kemampuan mereka sendiri. Fokus utama : perubahan dalam perilaku dengan mengubah cara orang berperasaan tentang diri sendiri. Konseli berperan penting di dalam proses konseling.

2. Trait-factor counseling
Pelopor pendekatan konseling ini adalah E.G. Williamson. Pendekatan ini juga dikenal dengan istilah konseling directive atau counselor-centered counseling. Berlawanan dengan pendekatan client-centered counseling, pendekatan ini lebih berfokus pada peran konselor dalam membimbing konseli agar masalah konseli dapat teratasi.
Konseling didasarkan atas keyakinan bahwa setiap individu memiliki trait tertentu dan setiap pekerjaan memiliki kualifikasi kepribadian (trait) tertentu. Konseling ini terkadang menggunakan tes psikologis untuk menganalisis atau mendiagnosa seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam memangku jabatan dan mengikuti suatu program studi. Pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam membantu siswa menentukan jurusan atau studi tertentu.

3.Konseling behavioristik
Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh John D. Krumboltz (1964) yang menyatakan bahwa konseling diharapkan menghasilkan perubahan yang nyata dalam perilaku konseli. Perubahan dalam perilaku itu harus diusahakan melalui suatu proses belajar (learning) atau belajar kembali (relearning), yang berlangsung selama proses konseling. Seseorang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri (adjustment) dikarenakan orang itu telah belajar bertingkah laku yang salah. Tujuan dari proses konseling adalah mengubah perilaku bermasalah dengan belajar perilaku yang tepat. Masalah yang diungkapkan oleh konseli berupa B, sehingga konselor mengajak konseli mengidentifikasi A dan C yang belum diketahui (A : kejadian yang mendahului suatu perilaku dan C : efek positif apa yang diperoleh dari melakukan suatu perilaku).
A-B-C
Antecedent - Behavior - Consequences

4. Rational-emotive therapy
Pendekatan konseling ini menekankan pada kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat (rational thinking), berperasaan (emoting), dan berprilaku (acting), yang juga menyatakan bahwa perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berprilaku. Fokus utama dari pendekatan ini adalah bagaimana mengubah pikiran irasional menjadi rasional dikarenakan masalah konseli timbul akibat keyakinan-keyakinan yang irasional, yang akhirnya menimbulkan reaksi perasaan yang tidak wajar dan tingkah laku yang tidak sesuai. Salah satu bentuk pikiran irasional adalah "keharusan", contoh : individu merasa bahwa dia harus berhasil dalam segala-galanya dan disayangi oleh semua orang, kalau tidak dia merasa bersalah. Konselor RET memusatkan perhatiannya pada masa sekarang dan tidak begitu mempedulikan apa yang terjadi di masa yang lampau.
Konselor menggunakan pola :
A-B-C-D-E
Activating Event/Activating Experiences - Belief - Consequence - Dispute - Effects
A = kejadian atau orang
B = bisa berupa keyakinan rasional atau irasional
C = reaksi emosional atau perilaku yang muncul tergantung dari bagaimana B mendefinisikan A
D = Konselor berusaha meluruskan cara pandang konseli dengan menjelaskan bahwa C terjadi karena keyakinan irasionalnya terhadap A
E = perubahan cara pandang konseli terhadap A.

5. Konseling eklektik
Konseling eklektik merupakan konseling yang menerapkan beberapa pendekatan konseling. Konselor yang berpegang pada konseling eklektik berpendapat bahwa mengikuti satu orientasi teoritis serta menerapkan satu pendekatan saja terlalu membatasi ruang gerak konselor; sehingga mereka ingin menggunakan variasi dalam pendekatan dengan tujuan agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing konseli dan ciri khas masalah yang dihadapi. Menurut Thorne, konseling eklektik cocok untuk diterapkan kepada orang-orang normal, yaitu tidak menunjukkan suatu gejala kelainan dalam kepribadiannya atau gangguan kesehatan mental yang berat.

Daftar Pustaka
Winkel, W.S. (2010). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.