Jumat, 26 Februari 2010

Tahapan Pembaruan Pendidikan Nisbet ; Tugas Kelompok 2

  1. Incres in Workload ( pertambahan beban kerja)
    Harus ada persiapan awal dalam menghadapi pembaruan sehingga pada saat ada masalah, tidak kalang kabut.
    Contoh : Pada saat pembuatan blog, kita mengumpulkan informasi dari orang-orang yang sudah bisa membuat blog. Jadi ketika ingin mempraktekkannya, kita tidak kalang kabut lagi.
  2. Loss of Confidence ( kehilangan kepercayaan)
    Sebelum melakukan pembaruan, guru harus mempersiapkan diri dengan memperkaya skill / keterampilan mereka dalam mengajar.
    Contoh : ketika Orientasi Mahasiswa Baru, kita diajari dan diberi panduan oleh senior sehingga ketika kita sudah memasuki perkuliahan, kita tidak merasa canggung lagi.
  3. Period of Confusion ( masa kacau)
    Sebelum suatu sistem benar-benar masuk ke dalam sekolah, akan timbul masalah yang biasanya masih dalam batas-batas yang dapat ditangani.
    Contoh : pada saat memasuki semester 2, kita mengalami kebingungan karena banyak presentasi dan adanya praktek yang dilakukan di luar kampus.
  4. The Blacklash
    Bila kita dihadapkan dengan suatu permasalahan, kita hendaknya menganalisis masalah itu dengan upaya pembaruan.
    Contoh : ketika kita merasa sulit memahami suatu materi, kita dapat membuat mind map yang selain dapat memudahkan mengingat juga dapat mempercepat pembelajaran.

Referensi :

Salam, Burhanuddin. (2002). Pengantar Paedagogik. Jakarta : Rineka Cipta

Kelompok 1
Winda Dwiastuti (08-025)
Marisa Andra (08-039)
Katherina (08-053)
Calvina (08-065)
Lastiarma (08-074)

Tahap ujian Nisbet, tugas individu 2

Menurut Nisbet, pembaruan pendidikan bisa melewati 4 tahap ujian; coba kamu pahami keempat prinsip tersebut dengan menggunakan kata-kata dan kalimatmu sendiri, kemudian beri contoh konkret yang menggambarkan proses pendidikan yang terjadi pada dirimu sendiri.

Jawaban

Menurut Nisbet ada 4 tahapan ujian yang akan dilewati sebelum melakukan pembaruan pendidikan, diantaranya :

  1. The incres in workload (pertambahan beban kerja) sebenarnya dekat dengan istilah “sedia payung sebelum hujan” artinya segala sesuatu sudah dipersiapkan sebelum hari H. Kejadian atau masalah yang mungkin muncul di kemudian hari,dipikir terlebih dahulu solusinya.
    Contoh : Presentasi kelompok yang akan dilakukan pada hari kamis dipersiapkan terlebih dahulu dengan diskusi kelompok pada hari Senin, tujuannya agar setiap anggota kelompok dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk dapat presentasi dan menghadapi pertanyaan yang akan muncul di hari presentasi.
  2. Loss of Convidence (kehilangan kepercayaan) artinya sebelum ada sistem baru yang akan masuk ke sekolah, guru memperkaya skill (kemampuan) mengajar mereka, tujuannya agar mereka bisa beradaptasi dengan sistem baru tersebut.
    Contoh : Sewaktu saya duduk di bangku SMA dulu, sekolah kami mengalami perubahan kurikulum pendidikan yang lama menjadi KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Dari cerita yang saya dengar dari wali kelas saya, beberapa guru dikirim ke Jakarta untuk menjalani training atau pelatihan guna agar dapat meyesuaikan diri dengan perubahan sistem yang mungkin menuntut perubahan cara belajar berhubung tuntutan nilai yang dikategorikan lulus dalam suatu ujian pun naik jadi 75.
  3. The period of confusion (masa kacau) artinya biasanya sebelum suatu sistem yang baru masuk ke sebuah sekolah, biasanya dapat timbul kontroversi (masalah) dalam sekolah. Akan tetapi biasanya, masalah yang muncul masih dapat ditangani oleh guru.
    Contoh : Di tempat les Inggris saya, ada kelas Advanced dimana semua murid di kelas itu hanya mempelajari pelajaran Bussiness English (BE).Akan tetapi ada beberapa murid Advanced menyarankan kenapa tidak belajar IELTS berhubung IELTS lebih diperlukan pada masa ini. Banyak masalah yang muncul diantaranya murid yang masih ingin belajar BE protes jika BE diganti dengan IELTS. Akan tetapi, guru-guru menemukan sebuah solusi yaitu pembukaan kelas IELTS dan kelas BE sehingga adil bagi kedua pihak murid.
  4. The blacklash, artinya setiap kasus atau masalah yang muncul coba diselesaikan dengan upaya-upaya pembaruan.
    Contoh : Murid-murid yang belajar di tempat les Inggris menanyakan kenapa tempat les Inggris mereka tidak memberikan mereka bekal untuk persiapan ujian beasiswa ke luar negeri(dalam hal ini Universitas di luar negeri yang ujian masuknya bukan hanya bahasa Inggris tetapi juga pelajaran sekolah) soalnya selama ini yang mereka pelajari cuma bahasa Inggris yang biasa (seperti membaca,grammar,dan lain-lain). Untuk mengatasi masalah itu, tempat les bahasa Inggris melakukan pembaruan dengan membuka kelas baru untuk IELTS,TOEFL dan SAT yang dapat membantu murid-murid itu.

Daftar Pustaka

Salam, Burhanuddin. (2002). Pengantar Paedagogik. Jakarta : Rineka Cipta

Winda Dwiastuti (08-025)

26 Februari 2010

Jumat, 19 Februari 2010

”Bintang dari tusuk sate: Tantangan kognitif; tugas 1”

”Bintang dari tusuk sate: Tantangan kognitif; tugas 1”

Sebenarnya sebelum Bu Dina memberikan kami tugas untuk merakit bintang dari 5 tusuk sate, terlebih dahulu ibu memberikan kami 5 tusuk gigi dan hampir semua kelompok berusaha membuat bintang dari 5 tusuk gigi tapi tidak bisa. Tugas merakit bintang merupakan tugas kelompok. Ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari praktek yang dilakukan di kelas :

  1. Kemampuan kognitif diasah è dibahas di landasan filosofis dan psikologis
  2. Kreativitas è dibahas di landasan psikologis
  3. Kekompakan kelompok diuji è dibahas di landasan sosiobudaya

Berikut ini akan dibahas mengenai ketiga pelajaran yang saya dapatkan dikaitkan dengan landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosiobudaya dalam pendidikan.

  1. Landasan Filosofis

Filsafat berasal dari 2 kata yaitu "philos" artinya cinta dan "sophia" artinya kebijaksanaan atau dengan kata lain filsafat artinya cinta secara mendalam terhadap kebijaksanaan, cinta akan kearifan. Tiga ciri utama dari pemikiran filasafat yaitu radikal, sistematis dan universal.
Radikal artinya berpikir sampai ke akar-akarnya; sistematis artinya berpikir logis selangkah demi selangkah, adanya urutan yang jelas; universal artinya berpikir secara menyeluruh tidak terbatas pada hal-hal tertentu.

Menurut saya jika dikaitkan dengan tugas merakit bintang, kita harus memiliki pemikiran radikal dan sistematis. Pemikiran radikal ditunjukkan dengan ketika menyusun bintang kita harus memikirkan jika satu batang saya kaitkan dengan batang yang lain apa yang akan terjadi, bisa bergabung tidak. Pemikiran sistematis ditunjukkan dengan adanya alur dalam pemasangan bintang, habis dari 1 batang, batang yang lain harus dipasang ke mana. Dalam hal ini tampak bahwa kemampuan kognitif kita ditantang bagaimana kita mengaplikasikan pengetahuan yang ada untuk merakit bintang. Mengenai kemampuan kognitif apakah yang diterapkan akan dibahas pada landasan psikologis.

  1. Landasan psikologis

Anak mengalami perubahan dari belum dewasa menuju dewasa karena dididik sehinga pendidikan adalah proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi. Perubahan merupakan gejala yang timbul secara psikologis sehingga pendidik harus memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis. Perubahan tingkah laku meliputi bentuk kemampuan yang menurut taksonomi Bloom diklasifikasikan ke dalam 3 kemampuan :

(a) kognitif

(b) afektif

(c) psikomotor.

Dengan tugas merakit bintang yang dikasi Bu Dina kita bisa melihat proses perubahan yang terjadi dalam diri kita masing-masing, bagaimana hasil pelajaran yang pernah kita dapatkan dulu dapat diterapkan kepada pemecahan kasus ini. Sebagai contoh kemampuan kognitif (mis : ”menerapkan” : bisa dilihat dari pengetahuan kalau tusuk gigi dan tusuk sate itu memiliki sifat yang berbeda dimana tusuk gigi pendek dan lebih keras sedangkan tusuk sate lebih lunak dan panjang. Sifat kedua benda itu membuat kita berpikir lebih baik sebelum menggabungkannya; ”sintesis” : dilihat dari bagaimana kita menggabungkan 5 tusuk sate = 1 bintang); kemampuan afektif (mis : membentuk (organization) : sewaktu mengerjakan tugas menyusun bintang setiap anggota di kelompok kami memiliki pendapat yg berebeda sehingga perlu penyatuan terhadap ide-ide kami.). Menurut saya tugas merakit bintang ini juga membutuhkan kreativitas karena jika pemikiran kami kaku maka bintang itu tidak akan bisa dirakit; kita harus bersifat fleksibel dalam merakit bintang tersebut. Kalau satu tusuk sate tidak bisa dikaitan dengan tusuk sate yang lain dengan 1 cara maka kita harus memikirkan cara yang lain. Jangan hanya terpaku pada cara yang tidak berhasil.

  1. Landasan sosiobudaya

Bagaimana kita bekerja sebagai satu kelompok dalam membantu satu sama lain untuk menyelesaikan tugas merakit bintang dimana kita saling berbagi pengalaman yang pernah kita miliki misalnya: ada yang pernah melihat kasus yang sama atau punya gambaran bagaimana cara menyatukan 5 tusuk sate itu, bagaimana kita menghargai pendapat orang, bagaimana kita membagi tugas misalnya ada yang memegang dan ada yang merakit. Menurut saya kekompakan kelompok diuji dalam praktek ini jika kami dapat membantu satu sama lain maka tugas merakit bintangnya dapat cepat terselesaikan.

Daftar Pustaka

Salam, Burhanuddin. (2002). Pengantar Paedagogik. Jakarta : Rineka Cipta


Winda Dwiastuti (08-025)
19 Februari 2010

Senin, 15 Februari 2010

Tugas Merakit Bintang Dengan Tusuk Gigi yang Wooww!! :)


Hari Kamis lalu (11 Februari 2010), kami diberi tugas oleh Bu Dina, tugasnya yaitu membuat rangkaian bintang yang tidak lepas dari 5 batang tusuk gigi dan akhirnya perjuangan kami pun dimulai.

Kelompok kami dengan susah payah merakit tapi tusuk gigi tersebut terlalu keras dan kalau patah tidak boleh ganti lagi dengan yang baru. Setelah sekian lama mencoba, rangkaian bintang itu tidak kunjung selesai.

Kemudian, karena tidak ada satu kelompok pun yang bisa merakitnya, maka Bu Dina membagikan 5 batang tusuk sate kepada masing-masing kelompok. Dengan menggunakan tusuk sate itu, kami mulai mencoba lagi. Pertama kami menggunakan metode trial and error,kemudian kami mencoba membuat sebuah gambar bintang terlebih dahulu di selembar kertas. Lalu, kami mulai menyadari kalau tusuk sate itu tidak akan bergeser bila tusuk satenya saling dikaitan dan saling tumpang tindih. Akhirnya, setelah 15-20 menit mencoba, dengan setiap anggota memegang ujung tusuk sate tersebut dan mengkaitkan ke hiasan, rangkaian bintang kami selesai.

Mengapa tidak bisa membentuk bintang dengan tusuk gigi, namun dengan tusuk sate bisa? Menurut kelompok kami, kendalanya yang dihadapai yaitu tusuk gigi yang terlalu pendek dan teksturnya agak keras sehingga tusuk gigi tersebut sulit untuk dikaitkan. Sedangkan tusuk sate agak panjang dan agak lunak dibagian tengahnya sehingga memungkinkan untuk dibengkokkan dan bisa dikaitkan dengan tusuk sate yang lain.